Minggu, 29 September 2013

Siapa yang harus dipercaya?


Aku berlari di tengah gemericik air, seharusnya aku membatalkan pertemuanku dengannya. Hujan yang meskipun tak begitu deras ini bisa saja membuatku sakit, namun entah kenapa batinku memaksaku untuk bertemu dengan dia yang sulit untuk ditemui sejak bekerja di luar kota.




Sebuah sinar menyala-nyala menerpa pandanganku. Suara mesin motor berhenti tepat ketika mataku bertemu pandang dengannya. Dialah Arga, mantan kekasih satu-satunya yang masih sibuk mencari perhatianku.

Aku berusaha membalas senyumnya biarpun bibirku terasa kaku. Arga, ingatanku tak lepas dari kejadian dimana dulu aku harus meninggalkannya. Perasaan yang begitu menyakitkan itu selalu menghantui meski sekeras apa pun aku mencoba memaafkannya.

"Ujannya luamayan nih, Del? Kamu gak apa?" tanya Arga saat aku mulai naik ke boncengannya. Pemuda itu langsung menyodorkan helm yang dibawanya untukku yang langsung kuterima.

"Biar deh, kan jarang-jarang kita bisa ketemu kayak gini.." decisku pelan. Lantas Arga langsung membawaku dengan motornya.
Mengobrol berdua setelah sekian lama tak berjumpa, tak terasa hujan mulai mereda.

Aku tahu Arga hanya berbasa-basi untuk segala obrolannya malam ini. Perjalanan kami pun hanya berputar-putar tak tentu arah. Namun arah pikiran Arga, aku bisa menebak ia hanya ingin menegaskan lagi permintaannya agar aku kembali menerimanya.

Di satu sisi, aku ingin menerima Arga kembali, tapi pengkhianatannya dengan sahabatku sendiri di masa lalu selalu menahanku untuk berkata 'iya'. Di sisi lain, aku dan Karel sudah kembali dekat, pemuda yang dulu juga kekasihku.

Karel adalah pemuda yang membuatku menyesal telah memutuskannya. Bisa kubilang, dialah yang terbaik yang pernah kupunya, meskipun saat ini keadaannya sudah lain, ia menganggapku sebatas teman.

"Del, ujannya deres lagi nih, kita berteduh di halte aja ya!" pekik Arga seraya mempercepat laju motornya. Kami berlarian menaiki tangga halte yang sudah ramai dihuni para muda-mudi yang juga kebasahan.

Arga berdiri jauh dariku yang mulai kedinginan. Aku lupa membawa jaketku. Sejenak aku berniat untuk meminjam jaket Arga, tapi pemuda itu nampaknya tak peka sama sekali melihatku yang hampir mati kedinginan ini. Sepertinya memang benar pikirku, semua perhatian yang dia berikan itu palsu.

Lama menunggu hujan reda, merasa sendirian karena Arga mendiamkanku, aku pun mulai merasa jenuh.
"Arga, aku mau pulang," tukasku seraya menghampiri Arga yang sedang asyik melamun entah memikirkan apa.
Arga mendelik heran padaku. "Tapi, Del, ujannya makin deres gini?"
"Kita terobos deh, aku gak tahan kedinginan.."
Untuk kesekian detik, Arga menatapku kebingungan, lalu ia pun mengangguk pelan dan berjalan meninggalkanku turun dari halte.

Derasnya hujan yang menerpa tubuhku membuatku serasa beku. Setelah menurunkanku di tempat di mana ia menjemputku pukul tujuh tadi, Arga pun langsung menjalankan motornya dengan tergesa-gesa.

Dua jam menghangatkan diri di kamar setelah pulang dengan keadaan basah kuyup, Arga tak kunjung memberi kabar.

***

14 Februari 2013

Aku berjalan sedikit berlari menuju taman. Rasanya menyesal tidak memintanya menjemputku saja, namun aku sadar kalau pertemuan malam ini adalah permintaanku, sangat tidak sopan rasanya kalau memaksa minta jemput pula.

Pertemuan ini sudah sangat lama kutunggu-tunggu, setelah kira-kira setahun aku tak melihat wajah Karel dari dekat. Aku begitu merindukan pemuda yang dulu pernah mendampingiku itu. Ini sudah hampir setengah tahun ia putus dengan pacarnya. Tentu ada suatu harapan yang kusimpan dalam-dalam di hatiku ini, ingin rasanya mengulang lagi hari kami berdua.

Pemuda bertubuh tinggi itu menghampiriku dari sebelah kanan jalan, aku langsung menyambutnya dengan senyum lebar.
"Karel, kamu apa kabar?!" sapaku dengan semangat.
"Baik, kamu gimana?" balas Karel pelan sambil kemudian duduk di bangku taman itu.
Rasanya kecewa melihat ekspresi wajahnya yang tak menyunggingkan senyum sama sekali, tapi ya sudahlah, mungkin jauh di dalam hatinya masih menyimpan benci karena dulu kutinggalkan.

Sembari mengobrol, Karel yang terus-terusan melihat ke ponsel yang digenggam di tangannya membuatku gemas dan lantas merebut ponsel itu.
Ya, ternyata potret gadis itu yang sejak tadi sibuk menyedot perhatiannya. Vanya, mantan kekasihnya itu yang sedang tersenyum manis di wallpaper samsung-nya.

"Astaga.. Kenapa gak balikan aja kalian?!" seruku sok bersahabat, padahal dalam hati aku mencela gadis yang telah meninggalkan pemuda yang jelas-jelas begitu menyayanginya itu.
"Maunya, tapi dia kan udah ada yang baru?" decis Karel yang masih tak mau bertemu pandang denganku.
"Oh, gitu?"
"Kamu sendiri ngapain lama-lama jomblo?"
"Nungguin seseorang.." balasku sambil nyengir lebar, kusimpan dalam-dalam pertanyaan yang sesungguhnya ingin kulontarkan: "Kenapa kita nggak balikan? Kan sama-sama udah jomblo?"
Karel membuang jauh pandangannya ke arah jalanan di pinggir taman.
"Nungguin siapa? Bukannya Arga juga lagi jomblo?"

Jelas sekali, ekspresi cueknya itu tercampuri sesuatu yang bisa kusimpulkan adalah benci. Dia mungkin sangat membenci Arga yang langsung kugandeng setelah baru beberapa minggu kami putus dulu. Dia pasti sangat benci ketika menyebutkan nama pemuda itu.

Seperti dulu, Karel mengantarkanku tepat di depan lorong rumahku.
"Aku punya sesuatu buat kamu!" seru Karel sambil membuka tasnya begitu aku turun dari boncengannya. Tentu saja aku kaget dengan cokelat yang ia sodorkan, padahal aku juga baru mau mengeluarkan cokelat dari tasku untuknya.
"Hari ini Valentine kan?" tanyanya sambil tersenyum. Aku mengangguk pelan sambil menerima cokelat itu.
Hampir mati. Aku teringat tiga tahun lalu dia juga memberikanku cokelat seperti ini, saat itu kami masih memiliki status pacaran, dan hari itu Valentine paling indah yang aku punya.

"Ini, aku juga punya cokelat buat kamu!" kataku sambil menyodorkan cokelat yang sudah kusiapkan untuknya.

Bagaimanapun juga Arga sibuk mencari perhatianku setiap pagi dan malam lewat pesan singkatnya, bagaimanapun juga Karel mati-matian menunjukkan sikap cueknya padaku, aku masih bingung.
Siapa yang sebaiknya kulupakan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar