Jumat, 28 Desember 2018

"Jika nanti kita tidak berjodoh, apa yang akan kamu lakukan?"


Namaku Gita. Ya, sebenarnya sih Gita Saputri. Tapi, aku sekarang seorang selebgram dan nama tenarku Brigitta. Tetep aja sih, aku dipanggil Gita. 
Jadi selebgram asyik: banyak fans, banyak yang naksir. Tapi, banyak juga kok yang gak suka. Terutama orang yang benar-benar kenal aku dengan baik (fisik). Walaupun begitu, karena dulu aku merasa jadi salah satu cewek yang kesepian dan sebagai bentuk terima kasih, aku ladeni saja fansku yang paling fanatik.

"Git. Percaya gak kalo bentar lagi kita bakal ketemu?!" seru cowok itu dari jauh dengan semangat yang menggebu-gebu.
"Oh ya? Emang kamu tau aku lagi dimana?!" sambil bertanya begitu, aku kepo-kepo lagi profilnya di instagram. Namanya Abimanyu, tentu saja panggilannya Abi. Anak band indie, gitaris. Kayaknya sih, dia jarang kumpul sama bandnya, dan gak produktif juga band itu. Diliat dari fotonya sih dia ganteng, cuma jarang post foto diri sendiri. Banyak postingan foto pemandangan, bahkan hal-hal yang gak penting sama sekali.
"Kamu pake baju warna apa, Git?"
"Dress bunga-bunga, jaket jeans, rambut dicepol tinggi," jawabku sambil kembali menyuap chicken katsu, menu favoritku di restoran ini. Selain jadi selebgram aku bekerja di sebuah usaha travel, tapi sudah berhenti sekarang. Capek.
"Kamu Briggita?!"
"Ya iyalah, Abi!" sahutku lewat ponsel. Sampai aku tersadar bahwa seorang cowok sedang berdiri di hadapanku. Aku mendongak melihatnya. Dia mirip sekali dengan yang ada di foto itu.
"Abi?!" tanyaku kaget. Ia juga nampak kaget sekali. Namun kemudian menyimpan ponselnya di saku jaket lalu tertawa kecil. Aku cuma bisa diam saat itu. Memperhatikan dia, yang selama ini menemaniku dari jauh, selalu mencoba menghibur dan mengambil perhatianku. Dia mengelap habis wajahnya dengan kedua tangan, sembari duduk di hadapanku. Lalu ia menggaruk-garuk kepalanya, menggoyangkan rambut ikalnya yang sudah lumayan panjang. Dia benar-benar tipeku, kulitnya putih, hidungnya mancung, bibirnya tebal, yang jadi salah satu alasanku meladeni dia.
"Ka.. Kamu keliatannya canggung banget? Kok bisa sih sampe beneran nemuin aku?" tanyaku mencoba mencairkan suasana. Entah kenapa aku tak mau bertatapan dengan dia. Kusibukkan diri dengan smartphone.
Abi tertawa lagi. "Aku juga gak nyangka kita beneran ketemu sekarang. Aku cari cara buat bisa melacak GPS kamu. Aku tuh beneran niat pengen ketemu kamu, tapi ternyata.."
"Kamu kaget kalo ternyata aku gak kayak yang difoto gitu?" aku langsung menyahut.
"Iya beda banget!" sahutnya yang kemudian menutup mulut dengan tangan. Begitu aku melirik, Abi pun menurunkan tangannya lagi. "Tapi kamu emang menarik kok. Ya, cara berpakaian kamu itu, simple tapi oke," katanya kemudian.
Akupun tersenyum melihat gelagatnya, kemudian tertawa terbahak-bahak. Sukurin lo kena jebakan catwoman!
***
Di luar dugaan. Abi malah ngajakin aku ketemuan lagi. Walau banyak alasanku menolaknya. Dia kan ganteng, aku jadi takut kebawa perasaan. Takut malah jadinya aku yang cuma dibayangi harapan palsu. Aku ini kan cuma cewek yang dikasih fortune lewat kamera smartphone.
Akhirnya akupun nonton dengan Abi. Film horror. Abi traktir nontonnya dan baru kali ini aku nonton sambil pegang porsi besarrrrr popcorn manis. Selama nonton, aku malu buat makan dan minum, tapi yang kutau Abi terus-terusan menatapku sambil tertawa kecil. Aku merasa diledek tapi aku coba tenangin diri dan berpikir positif. Sampai akhirnya ia memegang tanganku. "Kamu gak takut nonton film horror? Serius amat?" cetusnya. "Nggak kok. Aku suka film horror," jawabku. Bodohnya, aku biarkan saja tanganku dia genggam.
Keluar dari bioskop, ternyata di luar hujan lebat. Padahal sudah pukul 22.00 lebih dan perutku mulai keroncongan. Mau makan popcorn yang masih banyakkk banget, rasanya gak bakal ngilangin rasa laparku.
Kami duduk berdampingan di depan mall itu, di terasnya. Banyak juga yang sedang berteduh di sana. Iseng-iseng dia meminjam ponselku untuk selfie, tapi karena kamera depanku jelek ia hanya mengambil video singkat sambil tertawa-tawa. Ia akhirnya mematikan ponsel miliknya yang daei tadi berbunyi.
Mataku jauh memandang parkiran di depan sana. Rasanya mau pulang dan masak mie di rumah. "Eh, kamu laper gak? Kita cari makanan yuk?!" Seperti tau isi hatiku Abi bertanya seperti itu. "Sembari nunggu hujan berhenti," katanya lagi. Lama terdiam, akupun menjawab, "Oke deh aku yang traktir ya!" Kamipun beranjak dari situ. Abi sedikit berlari tapi juga menungguku yang cuma berjalan agak cepat, aku gak mau keciprat air yang kuinjak sendiri jadi aku gak mau berlari. Abi melepas jaketnya sedari tadi tapi cuma untuk menutupi tubuhnya sendiri dari hujan. Benar kan dia cuma iseng mengajakku keluar malam ini.
Setelah lama menunggu akhirnya kamipun keluar dari pelataran mall. Antrian mau keluar parkiran panjang banget, mana banjir pula. Aku mengajaknya makan di warung makan lesehan biasa di pinggir jalan. Persetan dia mau komen bagaimana. Di sana menu yang paling mahal mah cuma nasi goreng komplit, itulah pesanan kami, dengan tambahan es teh. Perutku sangat lapar hingga hampir kuhabiskan semua. Kami tak banyak ngobrol. Tapi akhirnya dia mengajakku selfie di sana dengan smartphonenya.
Di perjalanan pulang ia pun mulai mengajakku ngobrol. Kami naik motor dan hujan masih gerimis membasahi tubuh. Padahal sudah lewat tengah malam. "Kamu biasa makan di situ?" tanya Abi. "Gak ah, ini yang ketiga kalinya. Entah kenapa tadi tehnya gak enak ya. Kayak udah basi gitu!" jawabku sedikit menggerutu. "Nasinya juga nggak enak, sekarang baru terasa perutku kayak gak nyaman," lanjutku. "Aku juga ngerasa gitu kok, pulang nanti kayaknya mesti makan lagi nih!" sahutnya. Kamipun tertawa.
***
Abi suka bikin status yang aneh menurutku. Kayak orang tergalau sedunia gitu. Dari situ aku menebak dia ini cowok yang kekanakan, padahal sih seumuran. Galau boleh sih, tapi kayaknya udah kebelet banget. Aku mulai kepo juga facebook nya. Kayaknya dia beneran pemalu atau apa ya, memang jarang banget post foto sendiri.
Situasi mulai gawat karena belakangan ini aku sering mikirin dia. Dan akhirnya hal itu terjadi, dia nembak aku lewat chat. Ah, makin gak yakin aku sama dia. Kami kan baru juga ngabisin waktu berdua tuh beberapa hari, eit, dua hari malah. Tapi rasanya aku gak mau ngelewatin kesempatan ini. Aku mau kenal dia lebih jauh. Tapi saat mengiyakan, dia malah tak menjawab lagi chatnya. Aku mulai kebingungan. Malu. Tapi kelang beberapa jam dia malah chat lagi: "Jadi sekarang aku bisa panggil kamu sayang gak?!" Aku malah senyum-senyum sendiri dan mengiyakan. Ia pun chat mengucapkan terima kasih tapi entah kenapa aku merasa itu benar-benar tulus dan diketik dengan hati yang benar-benar bahagia. Kulihat dia buat status: "Makasih ya sayang, jd, jj" ditambah emot peluk. Aku langsung chat dia: "Apaan tuh jd, jj?" dia pun membalas: "Jaga diri, jaga jarak" Betapa kekanakannya cowok ini. Tapi malah menambah keingintahuanku tentang dia.
Kami sudah resmi pacaran sekarang. Aku semakin gencar kepo-kepo masa lalunya di facebook. Dan aku juga menemukan status yang amat bahagia untuk pacarnya, status dengan "jd, jj" di dalamnya, dan beberapa status galau sesudahnya. Dan aku pun jadi tau siapa mantannya yang membuatnya sangat bahagia saat masih berdua dan galau setelah putus darinya. Seorang cewek berhijab, biasa aja sih, cantik enggak, jelek juga enggak sih... Haha. . Tapi mantannya itu sekarang sudah punya cowok lagi.
Tetap saja, aku mulai kembali tidak percaya diri. Aku cuma seorang cewek yang terlihat cantik di kamera smartphone.
***
Sudah satu bulan kami pacaran. Tapi rasa tidak percaya diri itu semakin menjadi-jadi. Aku semakin takut kehilangan dia, tapi aku takut dipermainkan saja. Sikapnya mulai berubah. Yang dulunya selalu membawakan cokelat setiap berjumpa, yang dulunya selalu menyapa pagi hingga malam, berangsur-angsur absen. Bahkan seperti sudah malas untuk bertemu.
Malam itu kami bertemu dan aku menemukan panggilan keluar untuk orang yang namanya sama dengan nama mantannya. "Kenapa kamu hubungi dia lagi?!" tanyaku yang membuatnya kaget. Ia baru sadar ponselnya sedang kupegang. "Gak ada apa-apa, aku cuma mau hapus nomor yang udah gak aktif lagi, jadi aku mastiin aja dan... Nomor dia udah gak aktif lagi," jawabnya sedikit terbata-bata. Aku tau dia berbohong. Kalau mau hapus nomor-nomor yang tidak aktif, lantas kenapa cuma dia yang dihubungi?
Akupun mengambil ponselku dari meja dan beranjak dari kursi. "Kamu mau kemana?!" Abi mengejarku keluar warung. "Pulang!" jawabku. "Kok mau pulang sekarang?!" Aku tak menjawab, lantas menyeberang jalan. "Eh, tunggu biar aku anterin!" teriaknya lagi. "Gak perlu, rumahku kan deket dari sini!"
Akhirnya aku pun berlari menuju rumah. Memang rumahku tak jauh dari warung bakso itu, tapi bukan berarti sejak awal aku mau pulang sendirian, seperti ini.
***
Keesokan harinya. Ia mengajakku makan malam di luar lagi. Aku memintanya untuk makan di warung pecel lele yang tak jauh dari rumahku. Aku tipikal orang yang tidak mau sok nge-resto, yang penting kenyang dan gak morotin orang. Ia mulai makan, tanpa tau bahwa aku sudah mulai kepo lagi dengan ponselnya.
"Tuh kan! Kamu hubungi dia lagi!"
Ia baru sadar kalau ponselnya sudah di tanganku. "Gak ada maksud apa-apa kok, sayang!" jawabnya kelihatan geram, "Sini jangan main hp dulu, ayo makan aja dulu!" katanya sambil berusaha merebut ponselnya dariku. Akhirnya kamipun tarik-tarikan dan kulepas juga dengan hati yang masih dongkol. Aku gak nafsu makan.
Setengah jam kemudian kami berada di sebuah taman kota tempat biasa kami berduaan. "Masih marah?" tanyanya. Aku masih cemberut. Bagaimana bisa aku tenang sekarang? Aku benar-benar merasa dibayang-bayangi harapan palsu saat ini. "Udah dong sayang, jangan marah lagi.." katanya membujukku. Aku hanya diam sampai dia bertanya, "Pilih kanan atau kiri?"
Aku langsung menjawab, "Kanan!" Abi pun memasukkan tangannya ke saku celena sebelah kanan dan mengeluarkan cokelat dari dalamnya. Sudah lama sekali ia tak melakukan ini, membawa cokelat kesukaanku. Dan suasana hatiku tak lagi seperti yang dulu. Walau mungkin benar ia belum mau hubungan kami berakhir hingga dia merayuku lagi dengan cokelat.
"Kamu serius gak sih sama aku?!" akhirnya akupun merasa harus menanyakan sekarang juga. "Ya, serius dong, sayang. Kamu udah gak yakin sama aku?"
"Kalau kamu emang serius, kamu mau nikah sama aku?!"
***
"Semoga kita berjodoh.." kalimat itu hampir tiap malam kukirim pada Abi setelah ucapan selamat tidur. Memang itu yang kuinginkan. Entah mengapa aku sangat ingin bersamanya. Aku sangat ingin tau bagaimana hubungan kami nantinya. Bagaimana akhirnya. Apakah bahagia atau justru berakhir seperti apa yang kukira. Tapi sepertinya memang tidak mungkin. Abi sudah banyak berubah.
Sampai siang itu aku dikejutkan oleh chatnya. "Sayang, kamu mau minta berapa dari aku?" Aku menerka-nerka maksud chat itu. "Berapa apa maksudnya?" balasku. "Mas kawinnya, sayang. Aku pikir mungkin sudah saatnya."
Jantungku berdegup lebih keras dari biasanya. Ya, aku merasa seperti itu. Aku kebingungan mau menjawab apa. Aku belum banyak mengerti tentang pernikahan dan akupun tidak pernah membahas itu dengan orangtuaku.
Semalam aku kepo-kepo lagi akun facebook mantannya Abi. Ternyata akunku sudah diblokir oleh cewek itu. Apa mungkin dia juga masih suka kepo sama Abi? Aku semakin tidak percaya diri.
Aku harus memberikan balasan chat Abi tadi, maka langsung kuketik: "Aku gak mau nuntut banyak ke kamu. Aku cuma butuh niat dan keseriusan."
"Kalo gitu biar orangtua kita yang ngasih keputusannya," balas Abi.
Aku galau seharian. Orangtua? Ya memang benar pernikahan harus ada persetujuan dari orangtua. Awalnya juga orangtuaku menerima Abi dengan baik di rumah. Tapi sepertinya semakin ke sini Mamaku belum bisa diambil hatinya oleh Abi. Dan Papaku semakin hari terus bertanya bagaimana kelanjutan hubungan kami seterusnya. Ya, umurku sudah 24 tahun sekarang.
Sorenya kuterima chat dari Abi: "Sayang aku udah bilang ke Mama. Katanya dia mau ketemu kamu dulu. Hari Minggu besok bisa kan sayang?" Duh, matilah aku. Aku tentu saja belum siap. Tapi, kalau ditunda terus kita gak bakal tau kelanjutannya.
***
Hari berganti Sabtu. Abi masih sakit katanya. Demam. Sudah tiga hari malah belum sembuh juga. Sebenarnya ada rasa senang karena pertemuanku dengan orangtuanya pasti akan ditunda. Tapi aku terlanjur galau sendiri menghadapi Abi yang chatnya semakin manja di waktu sakit. Benar-benar kayak anak kecil. Suka kirim emoticon gambar mewek. Tapi memang emot itu seringkali dia kirim, terutama kalau aku belum balas-balas chatnya maka dia kirim itu sampe aku balas.
Sekarang yang jadi pertanyaan itu kenapa demamnya lama sekali? Aku pun nekat menjenguk Abi ke rumah. Padahal aku belum pernah sekalipun ke sana. Aku ikut teman yang memang mau pergi ke arah rumah Abi. Aku meminta stop setelah menemukan rumah yang mirip sekali dengan yang ada di foto yang pernah Abi post di sosmednya. Beberapa ibu-ibu terlihat di warung di samping rumah itu. "Permisi, Bu. Benar yang ini rumahnya Abimanyu?!" tanyaku. "Betul," jawab seorang Ibu, yang lainnya ada yang mengangguk ada juga yang memandangku penuh tanya. Temanku pun meninggalkanku dan pergi ke tempat tujuannya.
Begitu tiba di depan rumah kulihat pintunya terbuka. Akupun mengucapkan salam sembari menengok ke dalam. Ya, rumahnya kan nggak ada pagar. "Lho.. Akhirnya bisa juga ya sampe di sini. Kok bisa?!" seru Abi yang rupanya sudah menunggu di ruang tamu. Akupun tertawa dan masuk. Ada rasa gugup juga. Abi bilang ada kakak perempuannya di rumah. Ah, aku mulai takut jadinya. "Sini, duduk!" Abi menepuk sofa yang ia duduki sehingga akupun berjalan masuk mendekatinya. Kulihat seorang perempuan mengintip dari dalam lalu bergegas masuk lagi. Kupikir itu pasti kakak perempuannya, wajahnya tidak ramah sama sekali.
"Susah gak nyarinya?" tanya Abi sambil tersenyum. "Banget!" jawabku kencang. Abi pun tertawa. "Kamu kok gak kayak orang sakit?" tanyaku heran. Menatap Abi dari atas sampai bawah. Ia nampak santai saja dan memakai baju kaus lengan pendek juga celana pendek. Padahal dari chat-chatnya kupikir dia tergeletak di kamar, pake selimut tebal, baju serba panjang, lalu dikompres kepalanya. Aku kayak kena tipu. Abi hanya membalas dengan tawanya.
Perempuan tadi datang dan membawa dua cangkir teh hangat. Sambil meletakkannya di atas meja dia hanya diam saja. Akupun bingung harus menyapa bagaimana lantas aku teringat bawaanku dan memberikannya pada perempuan itu sebelum ia beranjak pergi. "Ini kak. Ada buah dan kue-kue," kataku. "Oh, iya.." jawabnya sambil meletakkan lagi bungkusan itu di atas meja. Lantas ia kembali lagi ke dalam sambil membawa nampan. Gagal rencanaku mencoba ramah, atau malah dia yang nampaknya terlalu cuek?
Abi lalu mengajakku ngobrol lagi. Dan sekitar setengah jam kemudian seorang perempuan yang berbeda keluar dari dalam dan langsung menyapaku dengan ramah. "Duh.. Kakak kaget banget kata adik tadi ada pacarnya Abi datang. Maaf lama tadi Kakak mandi dulu. Bukannya besok mau datangnya? Tau begitu kami mesti siap-siap dulu nih..!" katanya sambil tersenyum kemudian. Aku menengok Abi yang sedang tersenyum malu sambil menunduk. Oh, rupanya ini Kakak perempuannya Abi dan ternyata yang tadi itu adiknya. Kamipun mengobrol dengan lumayan lancar.
Waktunya makan siang pun datang. Kakaknya Abi yang bernama Endah itupun mengajak untuk makan bersama. Tak lama setelah selesai makan, saat itupun tiba. Begitu mendengar salam itu adiknya Abi langsung berlari ke depan untuk membuka pintu. Kak Endah mengajak kami untuk kembali ke ruang depan karena di dalam memang terasa pengap tanpa jendela.
"Wah.. Kok mukanya mirip sepupuku di kampung?!"
Aku sedikit kaget melihat wanita yang baru saja datang itu. Kayaknya ini mamanya Abi. "Pertanda apa ini ya.. Mukanya mirip banget lhoo..!" seru wanita itu lagi. Akupun mendekatinya untuk menyalami dan mencium tangannya. "Kalian sudah makan semua?!" tanyanya, melempar pandangan ke arah ketiga anaknya itu. "Sudah, Ma..!!" jawab mereka kompak. "Baguslah. Soalnya Mama sudah makan di warung depan!" Beliau pun duduk di kursi kemudian mulai melepas sepatunya. "Ah.. Mama sih curang!" teriak adik Abi yang bernama Lisa. Ia pun merogoh bungkusan yang kubawa tadi dan mulai memakan kue. Hm, jaimnya sudah hilang nampaknya. "Lis, ambil piring gih. Masukin kuenya ke piring!" perintah Kak Endah.
Aku duduk berhadapan dengan wanita itu saat ini. Si tiga beradik lantas semuanya masuk ke dalam meninggalkanku. "Kamu sudah berapa lama kenal Abi? Sudah lebih setahun belum?" tanya wanita itu. "Em.. Setengah tahun, Bu," jawabku pelan. "Baguslah. Katanya sudah tamat kuliah? Berapa umur kamu sekarang?"
"Iya, setahun lalu. 24 tahun, Bu."
"Um.. Seumuran dong sama Abi. Kamu sudah siap nikah tahun ini?"
***
Sejak hari pertemuanku untuk pertama kalinya dengan keluarga Abi berlalu, Abi semakin berubah. Malah tidak menghubungiku sama sekali kalau tidak kuhubungi duluan. Kalau kuhubungi duluan pun, Abi tidak membalas. Begitu pula di sosmed, setiap aku berkomentar di statusnya, Abi tidak mau membalas. Dan akhirnya, Abi tidak muncul di sosmed, tidak ada pembaruan darinya sama sekali. Aku semakin tidak percaya diri. Bahkan mungkin, keluarga Abi tidak menyukaiku. Mungkin itulah yang membuat Abi perlahan menjauhiku.
Hari-hariku kembali sepi. Meredup. Kalau dipikir-pikir, pertemuanku dengan Abi adalah kesalahan. Brigitta-lah yang ingin Abi temui. Bukan aku, tapi sosokku yang ada di sosmed. Aku yang sebagai selebgram. Aku yang palsu. Aku yang tidak ada di dunia nyata. Bagian diriku yang tidak akan bisa ditemui di dunia ini.
Aku sudah terlanjur peduli pada semuanya. Bahkan aku sudah lama kepo-kepo sosmed keluarganya. Tapi yang menerima permintaan pertemananku adalah kakak iparnya, suami Kak Endah yang ternyata bekerja di luar kota. Aku sesekali berkomentar di facebooknya. Dan kali ini Kak Endah ikut berkomentar. Mengejutkan lagi, Kak Endah menerima permintaan pertemananku. Dia langsung berkomentar di foto profilku yang sudah ramai sekali dikomentari orang. "Wow.. Kamu keren banget ya.. Kakak pengen sih bergaya kayak kamu.. Tapi bisa gak ya.. Soalnya Kakak kan berhijab.. Hahaha.." Begitulah bunyi komentarnya. Di situ aku langsung kebingungan. Kaget. Takut. Mungkin inilah alasannya. Memang ku tau dari sosmed, Kakak ataupun adik dari Abi yang semuanya adalah perempuan, begitu juga Mamanya, mereka semua berhijab. Sedangkan aku? Aku ini selebgram yang terkenal karena fotoku. Tapi fotoku yang semuanya tidak berhijab. Bahkan ada beberapa fotoku yang terlihat sensual.
Aku tidak tau harus bagaimana lagi. Mengapa aku sudah berharap terlalu jauh? Jika nanti memang kami tidak berjodoh, apa yang akan kulakukan? Seharusnya sudah sejak lama aku sudah mempersiapkan diri untuk hal ini.

To be continued


Hai pembaca sekalian.. Aku butuh voting dari kalian untuk melanjutkan cerita ini. Kira-kira ending seperti apa yang menurut kalian lebih baik? Aku tunggu komentarnya ya! Nanti setelah terkumpul votingnya aku akan lanjutkan lagi cerita ini. Sampai jumpa di postingan cerita berikutnya 💞

Tidak ada komentar:

Posting Komentar