"Jika saja tidak bersekolah itu bukanlah hal yang memalukan..."
Yoon Ra membasuh matanya yang basah dan memerah. Sesekali berkacak pinggang di depan kaca besar itu, lalu menarik lagi tisu yang tersedia di toilet itu seenaknya. "Lebih baik aku terus tertidur di rumah setiap hari.."
Sambil bergumam seperti itu ia mulai memasang masker menutupi wajahnya dan berlalu keluar.
Selang beberapa menit, seorang petugas kebersihan pun masuk ke toilet. Dilihatnya banyak tisu bekas berhamburan di dalam wastafel. Ia mulai berdecak panjang. Sambil tangannya memunguti sampah itu matanya tertuju pada sesuatu berbungkus kantong hitam tepat di bawah alat pengering tangan. "Apalagi ini? Begitu banyak pengunjung yang teledor akhir-akhir ini.." desisnya sambil meraih bungkusan itu.
***
"Seragam sekolah?!"
Geon Ta dan Shin Hye berjalan beriringan menuju rumah seperti biasa.
"Ya. Aku ingin kau mengembalikan seragam itu ke pemiliknya besok pagi. Bukankah besok jatahmu masuk siang?" ucap Shin Hye setelah menganggukkan kepalanya.
"Bagaimana bisa seorang murid meninggalkan seragam sekolahnya di toilet mall? Dasar teledor..." decis Geon Ta. "Lalu bagaimana bisa aku mengembalikannya?"
"Di seragam itu kan ada lambang sekolah beserta nama murid itu... Sekolah swasta di depan itu yang selalu kita lewati," jawab Shin Hye sambil mulai merogoh ke dalam tasnya. Geon Ta langsung menerima bungkusan yang disodorkan gadis itu padanya.
"Baiklah.." katanya sambil menganggukkan kepala berulang kali.
"Ya. Aku ingin kau mengembalikan seragam itu ke pemiliknya besok pagi. Bukankah besok jatahmu masuk siang?" ucap Shin Hye setelah menganggukkan kepalanya.
"Bagaimana bisa seorang murid meninggalkan seragam sekolahnya di toilet mall? Dasar teledor..." decis Geon Ta. "Lalu bagaimana bisa aku mengembalikannya?"
"Di seragam itu kan ada lambang sekolah beserta nama murid itu... Sekolah swasta di depan itu yang selalu kita lewati," jawab Shin Hye sambil mulai merogoh ke dalam tasnya. Geon Ta langsung menerima bungkusan yang disodorkan gadis itu padanya.
"Baiklah.." katanya sambil menganggukkan kepala berulang kali.
***
"Aku benar-benar sedang berada dalam masalah besar..." gumam Yoon Ra hampir tak terdengar. Ia terus memukuli pipinya berulang kali.
"Hei, Yoon Ra. Kau sedang sakit gigi?" sapa Chae Gyul yang baru saja tiba di kelas sambil meletakkan tasnya di atas meja di depan tempat Yoon Ra duduk. Ia terus menoleh ke arah temannya itu. "Hm... Matamu sudah sembuh rupanya? Tetapi mengapa kau menggunakan seragam olahraga hari ini?"
"Diam kau. Dasar cerewet!" cetus Yoon Ra yang memang dari tadi sudah menahan kekesalannya.
Setelah memonyongkan bibirnya kepada Yoon Ra, Chae Gyul pun mulai duduk dan memalingkan muka.
Bel tanda mulai pelajaran pun berbunyi. Guru Kim masuk ke kelas sambil matanya memperhatikan semua murid yang mulai tegang. "Hei, Choi Yoon Ra. Mengapa kau mengenakan pakaian olahraga? Apa kau sedang demam?!" Mendengar Guru Kim yang langsung menyapa Yoon Ra sampai menghentikan langkahnya, teman-temannya pun ikut melihat ke arah Yoon Ra. Menambah ketegangan yang sedang ditahan gadis itu.
"Hm... Kemarin saat di jalan pulang, aku salah lihat dan malah terjatuh di kubangan air.. Seragamku masih basah.." jawab Yoon Ra dengan jantung yang hampir meledak. "Mesin cuci kami benar-benar dalam masalah besar.."
"Ohhh... Matamu sekarang sudah sembuh kan? Baguslah... Lain kali kau harus lebih berhati-hati..."
Mendengar itu, Yoon Ra langsung menunduk dan menghela napas panjang. Kemudian gadis itu menutup mulutnya yang mulai terkekeh dengan sangat pelan.
"Hei, Yoon Ra. Kau sedang sakit gigi?" sapa Chae Gyul yang baru saja tiba di kelas sambil meletakkan tasnya di atas meja di depan tempat Yoon Ra duduk. Ia terus menoleh ke arah temannya itu. "Hm... Matamu sudah sembuh rupanya? Tetapi mengapa kau menggunakan seragam olahraga hari ini?"
"Diam kau. Dasar cerewet!" cetus Yoon Ra yang memang dari tadi sudah menahan kekesalannya.
Setelah memonyongkan bibirnya kepada Yoon Ra, Chae Gyul pun mulai duduk dan memalingkan muka.
Bel tanda mulai pelajaran pun berbunyi. Guru Kim masuk ke kelas sambil matanya memperhatikan semua murid yang mulai tegang. "Hei, Choi Yoon Ra. Mengapa kau mengenakan pakaian olahraga? Apa kau sedang demam?!" Mendengar Guru Kim yang langsung menyapa Yoon Ra sampai menghentikan langkahnya, teman-temannya pun ikut melihat ke arah Yoon Ra. Menambah ketegangan yang sedang ditahan gadis itu.
"Hm... Kemarin saat di jalan pulang, aku salah lihat dan malah terjatuh di kubangan air.. Seragamku masih basah.." jawab Yoon Ra dengan jantung yang hampir meledak. "Mesin cuci kami benar-benar dalam masalah besar.."
"Ohhh... Matamu sekarang sudah sembuh kan? Baguslah... Lain kali kau harus lebih berhati-hati..."
Mendengar itu, Yoon Ra langsung menunduk dan menghela napas panjang. Kemudian gadis itu menutup mulutnya yang mulai terkekeh dengan sangat pelan.
***
"Benar kau masih menyimpan seragammu dengan sangat baik?!"
Yoon Ra berteriak yang langsung saja membuat Bae He di ujung sana terkejut. "Jangan berteriak histeris seperti itu. Kau membuat jantungku hampir copot!" balas Bae He yang kali ini berteriak. Yoon Ra melompat kegirangan. "Maafkan aku..." mulai memelankan lagi suaranya, mulutnya sekarang dekat sekali dengan ponselnya yang berwarna pink pastel.
"Kau bilang apa tadi? Seragammu hilang? Bagaimana bisa?" tanya Bae He penasaran.
"Aku tidak sengaja meninggalkannya di toilet mall.." bisik Yoon Ra hampir tak terdengar. "Apa? Kau sudah gila?!"
"Sudahlah... Lekas kirimkan paket kilat sekarang juga. Nanti siang akan kutransfer ongkos kirimnya... Uang tabunganku cukup bahkan lebih..."
Bae He walau bercakap lewat seluler masih saja mengangguk di ujung sana.
"Ahhh... Choi Yoon Ra, kucari kau sampai ke ujung langit ada di sini rupanya?!"
Yoon Ra langsung berbalik. Melihat Chae Gyul yang nampak ngos-ngosan.
"Aku di sini.. Ada apa denganmu?!" cetus Yoon Ra. Mengernyitkan kedua alisnya.
"Guru Kim menunggumu di ruang tamu," jawab Chae Gyul yang langsung terduduk di lantai semen itu. Angin sepoi-sepoi langsung meniupnya yang mungkin bisa membuatnya tertidur di atap sekolah ini.
"Ruang tamu? Apa yang terjadi?" tanya Yoon Ra sambil menutup ponsel dan menyimpannya di saku celana.
"Sekilas tadi sepertinya ada seorang Kakak ganteng yang ingin menemuimu..!!!" Chae Gyul mulai berteriak semangat.
Yoon Ra langsung memonyongkan bibirnya. "Kakak ganteng kepalamu? Awas ya, kalau kau berbohong!" cetusnya sambil berlalu.
Yoon Ra berteriak yang langsung saja membuat Bae He di ujung sana terkejut. "Jangan berteriak histeris seperti itu. Kau membuat jantungku hampir copot!" balas Bae He yang kali ini berteriak. Yoon Ra melompat kegirangan. "Maafkan aku..." mulai memelankan lagi suaranya, mulutnya sekarang dekat sekali dengan ponselnya yang berwarna pink pastel.
"Kau bilang apa tadi? Seragammu hilang? Bagaimana bisa?" tanya Bae He penasaran.
"Aku tidak sengaja meninggalkannya di toilet mall.." bisik Yoon Ra hampir tak terdengar. "Apa? Kau sudah gila?!"
"Sudahlah... Lekas kirimkan paket kilat sekarang juga. Nanti siang akan kutransfer ongkos kirimnya... Uang tabunganku cukup bahkan lebih..."
Bae He walau bercakap lewat seluler masih saja mengangguk di ujung sana.
"Ahhh... Choi Yoon Ra, kucari kau sampai ke ujung langit ada di sini rupanya?!"
Yoon Ra langsung berbalik. Melihat Chae Gyul yang nampak ngos-ngosan.
"Aku di sini.. Ada apa denganmu?!" cetus Yoon Ra. Mengernyitkan kedua alisnya.
"Guru Kim menunggumu di ruang tamu," jawab Chae Gyul yang langsung terduduk di lantai semen itu. Angin sepoi-sepoi langsung meniupnya yang mungkin bisa membuatnya tertidur di atap sekolah ini.
"Ruang tamu? Apa yang terjadi?" tanya Yoon Ra sambil menutup ponsel dan menyimpannya di saku celana.
"Sekilas tadi sepertinya ada seorang Kakak ganteng yang ingin menemuimu..!!!" Chae Gyul mulai berteriak semangat.
Yoon Ra langsung memonyongkan bibirnya. "Kakak ganteng kepalamu? Awas ya, kalau kau berbohong!" cetusnya sambil berlalu.
***
"Meninggalkan seragam sekolah di toilet mall? Apa yang kau lakukan saat matamu sakit dan izin pulang ke rumah? Coba kau ceritakan kronologinya tanpa berbohong!"
Yoon Ra hanya bisa tertunduk malu sekaligus ketakutan. "Mohon maafkan aku guru..." ucapnya sangat pelan sambil sesekali melirik seorang pemuda yang sedang duduk di samping Guru Kim. Pemuda dengan seragam kerja cleaning service. Ya, ia cukup mengenali seragam kerja itu.
"Guru Kim, aku butuh teman untuk membereskan ruang klub olahraga!"
"Guru Kim, aku ingin membereskan buku-buku perpustakaan yang sudah rusak!"
"Hei, Guru Kim, cleaning service di sekolah kita ada satu yang sedang ambil cuti!"
Pintu ruang tamu yang terbuka membuat guru-guru yang lewat melirik ke dalam. Teriakan-teriakan itu membuat Yoon Ra menarik napas dalam-dalam.
"Kau dengar itu, Choi Yoon Ra? Banyak yang butuh bantuanmu hari ini. Lain kali jangan pura-pura sakit mata lagi dan simpan baik-baik seragam sekolahmu!"
Yoon Ra langsung membungkuk tanda maaf. Dalam hatinya mulai berkecamuk. Sambil kembali melirik pemuda yang telah mengantarkan seragam sekolahnya itu... Jang Geon Ta, awas kau ya!!!
"Guru Kim, aku ingin membereskan buku-buku perpustakaan yang sudah rusak!"
"Hei, Guru Kim, cleaning service di sekolah kita ada satu yang sedang ambil cuti!"
Pintu ruang tamu yang terbuka membuat guru-guru yang lewat melirik ke dalam. Teriakan-teriakan itu membuat Yoon Ra menarik napas dalam-dalam.
"Kau dengar itu, Choi Yoon Ra? Banyak yang butuh bantuanmu hari ini. Lain kali jangan pura-pura sakit mata lagi dan simpan baik-baik seragam sekolahmu!"
Yoon Ra langsung membungkuk tanda maaf. Dalam hatinya mulai berkecamuk. Sambil kembali melirik pemuda yang telah mengantarkan seragam sekolahnya itu... Jang Geon Ta, awas kau ya!!!
***
"Jang Geon Ta?!"
Yoon Ra mengangguk pelan sambil menyunggingkan senyum.
"Hm.. Baru kali ini ada customer yang mencari salah satu dari kami secara langsung.." gumam seorang pemuda yang mulai melepas masker penutup mulutnya. Nampak lelah dan menyenderkan tubuhnya ke dinding sambil menggoyangkan alat pel di tangannya. "Memangnya apa yang terjadi?"
"Bukan apa-apa, aku hanya datang untuk mengucapkan terima kasih," jawab Yoon Ra sambil tak melepas senyum di wajahnya.
"Nah itu Geon Ta!" teriak pemuda itu sambil tangannya menunjuk. "Kau bisa lihat tidak? Yang sedang mendorong kotak sampah besar itu?"
Tanpa berlama-lama Yoon Ra langsung berlari ke arah yang ditunjuk pemuda itu.
"Rasakan iniiiiiiiiii....!!!!!"
Geon Ta jatuh tersungkur. Sementara tong sampahnya terbalik dan membuat isinya berserakan ke mana-mana.
"Dasar kau laki-laki hidung belaaaaaangggggg...!!!!"
Yoon Ra kembali memukul Geon Ta dengan tas selempang kulitnya. Pemuda itu terjatuh lagi padahal belum juga hilang rasa kagetnya. Para pengunjung mall pun mulai berdatangan karena penasaran.
"Dasar laki-laki cabuuuullll... Tidak bermoraaallll...!!!!!" teriaknya lagi.
Yoon Ra yang cukup merasa puas langsung pergi sambil berlari.
Namun Jang Geon Ta yang masih kebingungan dan jantungnya hampir copot masih sempat melihat wajah gadis itu.
"Hm.. Baru kali ini ada customer yang mencari salah satu dari kami secara langsung.." gumam seorang pemuda yang mulai melepas masker penutup mulutnya. Nampak lelah dan menyenderkan tubuhnya ke dinding sambil menggoyangkan alat pel di tangannya. "Memangnya apa yang terjadi?"
"Bukan apa-apa, aku hanya datang untuk mengucapkan terima kasih," jawab Yoon Ra sambil tak melepas senyum di wajahnya.
"Nah itu Geon Ta!" teriak pemuda itu sambil tangannya menunjuk. "Kau bisa lihat tidak? Yang sedang mendorong kotak sampah besar itu?"
Tanpa berlama-lama Yoon Ra langsung berlari ke arah yang ditunjuk pemuda itu.
"Rasakan iniiiiiiiiii....!!!!!"
Geon Ta jatuh tersungkur. Sementara tong sampahnya terbalik dan membuat isinya berserakan ke mana-mana.
"Dasar kau laki-laki hidung belaaaaaangggggg...!!!!"
Yoon Ra kembali memukul Geon Ta dengan tas selempang kulitnya. Pemuda itu terjatuh lagi padahal belum juga hilang rasa kagetnya. Para pengunjung mall pun mulai berdatangan karena penasaran.
"Dasar laki-laki cabuuuullll... Tidak bermoraaallll...!!!!!" teriaknya lagi.
Yoon Ra yang cukup merasa puas langsung pergi sambil berlari.
Namun Jang Geon Ta yang masih kebingungan dan jantungnya hampir copot masih sempat melihat wajah gadis itu.
***
"Oh... Ternyata benar dugaanku. Gadis yang selalu duduk termenung di sini setiap hari itu kau..."
Geon Ta mulai berdecak panjang. Diperhatikannya gadis yang mulai mengangkat kepala yang sedari tadi tertunduk itu. Gadis itu nampak kedinginan dengan sweater tebal dilapisi jaket. Headset yang cukup besar menutupi kedua telinganya namun ia masih bisa mendengar suara Geon Ta karena mp3 yang ia putar lewat ponselnya memang sangat pelan.
"Setiap hari?" tanya Yoon Ra. Ia cukup kaget namun segera menutupinya. "Aku tidak suka memperhatikan siapapun yang lewat jalan ini seperti yang kau lakukan..." decisnya sambil kembali menunduk.
Geon Ta menggeleng pelan. "Oh... Ternyata kau Si Gadis Kesepian... Ini sangat wajar dengan apa yang sudah kualami..." gumamnya kesal. Ia mulai duduk di samping Yoon Ra.
"Apa? Mau kupukul lagi?!" teriak Yoon Ra, yang mulai mencuri perhatian pengunjung lain taman kompleks perumahan itu. Taman ini memang cukup ramai meskipun hari sudah malam karena nampak indah. Entah dari mana saja pengunjung taman itu berasal.
Geon Ta langsung menoleh sehingga tatapan kedua orang itu bertemu. Wajah mereka sama-sama kesal. "Hei, aku memang salah mengembalikan seragammu dengan cara itu. Tapi tetap saja kau yang salah karena berpura-pura sakit mata dan izin pulang ke rumah. Kau tidak tahu akibat perbuatanmu tadi di tempat kerjaku?!" kata Geon Ta sedikit membentak namun memastikan agar pengunjung lain tak curiga.
"Aku memang tidak tahu.." sahut Yoon Ra yang kemudian memeletkan lidahnya ke arah Geon Ta.
Pemuda yang mengenakan kaus bergambar The Beatles dilapisi jaket berbahan jeans itu teringat lagi kejadian tadi siang. Ia masih saja kaget dibuatnya. Sambil melepas tas ransel dan topi kupluknya ia mulai berujar lagi dengan nada putus asa. "Kenapa kau harus berbuat seolah aku ini laki-laki cabul sehingga atasanku benar-benar marah? Gajiku bulan ini akan dipotong setengah akibat insiden itu..."
Yoon Ra yang sudah melepas headsetnya bisa mendengarkan itu dengan sangat baik. Ada sedikit rasa menyesal juga di dalam hatinya. Ia mulai mengangguk pelan, lalu membuang pandangan ke jalan yang nampak berkilauan karena lampu taman. Jalan itu selalu sepi. Hanya satu-dua orang saja yang lewat, tidak seperti taman itu yang cukup ramai.
Geon Ta menghela napas panjang. "Untung saja aku tidak dipecat. Tapi mulai hari ini aku akan mengenakan masker menutupi wajahku karena malu.."
"Itu bukan urusanku. Karena kejadian ini, kita berdua sama-sama dirugikan. Hukumanku pun cukup banyak dan sangat melelahkan. Untungnya orang tua tidak dilibatkan..." decis Yoon Ra sambil mengusap perutnya yang mulai lapar.
"Ayo, sebagai permintaan maaf aku akan mentraktirmu makan malam..."
"Apa?!" Yoon Ra mendongak melihat Geon Ta yang berdiri dan bersiap pergi.
Geon Ta menoleh. Menatap gadis yang nampak kebingungan itu. "Lekas pergi. Atau kau mau aku menggandeng tanganmu? Hei, kau gadis yang kesepian setiap malam?"
Yoon Ra mulai terkekeh. "Dasar laki-laki cabul dan menyebalkan!"
Geon Ta mulai berdecak panjang. Diperhatikannya gadis yang mulai mengangkat kepala yang sedari tadi tertunduk itu. Gadis itu nampak kedinginan dengan sweater tebal dilapisi jaket. Headset yang cukup besar menutupi kedua telinganya namun ia masih bisa mendengar suara Geon Ta karena mp3 yang ia putar lewat ponselnya memang sangat pelan.
"Setiap hari?" tanya Yoon Ra. Ia cukup kaget namun segera menutupinya. "Aku tidak suka memperhatikan siapapun yang lewat jalan ini seperti yang kau lakukan..." decisnya sambil kembali menunduk.
Geon Ta menggeleng pelan. "Oh... Ternyata kau Si Gadis Kesepian... Ini sangat wajar dengan apa yang sudah kualami..." gumamnya kesal. Ia mulai duduk di samping Yoon Ra.
"Apa? Mau kupukul lagi?!" teriak Yoon Ra, yang mulai mencuri perhatian pengunjung lain taman kompleks perumahan itu. Taman ini memang cukup ramai meskipun hari sudah malam karena nampak indah. Entah dari mana saja pengunjung taman itu berasal.
Geon Ta langsung menoleh sehingga tatapan kedua orang itu bertemu. Wajah mereka sama-sama kesal. "Hei, aku memang salah mengembalikan seragammu dengan cara itu. Tapi tetap saja kau yang salah karena berpura-pura sakit mata dan izin pulang ke rumah. Kau tidak tahu akibat perbuatanmu tadi di tempat kerjaku?!" kata Geon Ta sedikit membentak namun memastikan agar pengunjung lain tak curiga.
"Aku memang tidak tahu.." sahut Yoon Ra yang kemudian memeletkan lidahnya ke arah Geon Ta.
Pemuda yang mengenakan kaus bergambar The Beatles dilapisi jaket berbahan jeans itu teringat lagi kejadian tadi siang. Ia masih saja kaget dibuatnya. Sambil melepas tas ransel dan topi kupluknya ia mulai berujar lagi dengan nada putus asa. "Kenapa kau harus berbuat seolah aku ini laki-laki cabul sehingga atasanku benar-benar marah? Gajiku bulan ini akan dipotong setengah akibat insiden itu..."
Yoon Ra yang sudah melepas headsetnya bisa mendengarkan itu dengan sangat baik. Ada sedikit rasa menyesal juga di dalam hatinya. Ia mulai mengangguk pelan, lalu membuang pandangan ke jalan yang nampak berkilauan karena lampu taman. Jalan itu selalu sepi. Hanya satu-dua orang saja yang lewat, tidak seperti taman itu yang cukup ramai.
Geon Ta menghela napas panjang. "Untung saja aku tidak dipecat. Tapi mulai hari ini aku akan mengenakan masker menutupi wajahku karena malu.."
"Itu bukan urusanku. Karena kejadian ini, kita berdua sama-sama dirugikan. Hukumanku pun cukup banyak dan sangat melelahkan. Untungnya orang tua tidak dilibatkan..." decis Yoon Ra sambil mengusap perutnya yang mulai lapar.
"Ayo, sebagai permintaan maaf aku akan mentraktirmu makan malam..."
"Apa?!" Yoon Ra mendongak melihat Geon Ta yang berdiri dan bersiap pergi.
Geon Ta menoleh. Menatap gadis yang nampak kebingungan itu. "Lekas pergi. Atau kau mau aku menggandeng tanganmu? Hei, kau gadis yang kesepian setiap malam?"
Yoon Ra mulai terkekeh. "Dasar laki-laki cabul dan menyebalkan!"
***
Jang Geon Ta terus menahan tawa melihat gadis di sampingnya yang nampak begitu kelaparan. Tepatnya gadis itu sangat antusias menikmati makanan yang disajikan untuknya.
Yoon Ra menyadari gelagat itu dan mencoba menahan dirinya. "Aku baru tahu kalau makanan di sini sungguh lezat," ucapnya dengan ekspresi menjaga image. Namun Geon Ta malah tertawa. "Kau harus tertawa begitu? Ingat kau yang mentraktirku malam ini!" seru Yoon Ra kesal. Dilambaikannya tangan pada pelayan restoran itu yang nampak cantik dengan seragam maid yang imut. Jemari Yoon Ra menunjuk di buku menu yang membuat pelayan itu menganggukkan kepala.
"Kau harus bekerja keras agar bisa makan di restoran seperti ini satu bulan sekali.." decis Geon Ta sambil asyik menatap layar smartphone hitamnya.
"Aku akan bekerja agar bisa makan di restoran mahal setiap hari!" sahut Yoon Ra dengan semangat.
Geon Ta menoleh. "Wah.. Kau sedang meledekku rupanya?" cetusnya sambil meletakkan smartphone hitamnya ke meja. Yoon Ra langsung meraih ponsel itu.
Gadis itu berdecak kagum. "Tak kusangka punyamu semahal ini..." serunya takjub. Jemarinya menekan tombol samping ponsel berlayar datar itu. Ia membulatkan mata begitu melihat layarnya kembali berwarna. "Kau kenapa kepo sama instagramnya gadis yang sudah punya pacar ini? Siapa dia?" tanya Yoon Ra. Menatap Geon Ta yang sedang menghirup kuah sup kentalnya.
"Dia pacarku," jawab Geon Ta dengan tenang tanpa memalingkan muka sedikit pun dari menunya.
Yoon Ra kebingungan. "Tapi laki-laki ini kan pacarnya? Mereka nampak begitu mesra di foto-foto ini?"
Geon Ta lalu menoleh. Namun tatapan matanya masih tenang. "Dia sedang berkuliah di Jepang. Aku memutuskan untuk tidak memberitahunya bahwa aku sudah membeli smartphone ini seminggu yang lalu setelah menemukan akun instagram itu..."
Yoon Ra kembali kaget. "Astagaaa.. Kasihan sekali kau ini. Kau masih menyebutnya pacarmu setelah diselingkuhi?!"
Mata Geon Ta mulai menerawang. "Kami sudah berpacaran sejak SMU, dia mendapat beasiswa di Jepang dan diterima bekerja di tempatnya studi praktek. Masa depannya sungguh cemerlang..."
Yoon Ra menatap Geon Ta dengan iba. Ia tak berani berkomentar lebih jauh.
"Malam semakin larut. Orangtuamu tidak mencarimu?"
Mendengar itu, Yoon Ra tertegun sebentar. Ia meletakkan ponsel Geon Ta kembali ke atas meja. Menu yang dipesannya sudah datang lagi.
"Tidak akan ada yang mencariku. Ayah sudah tiada. Ibuku bekerja sebagai bartender di klub malam, ia akan pulang besok pagi.."
"Wah.. Pekerjaan yang seksi sekali.."
Yoon Ra mengernyitkan alis. "Seksi kepalamu? Gara-gara bekerja di sana ia menikah dengan orang yang salah. Saat aku masih sangat kecil mereka melakukan sidang cerai!"
Yoon Ra menyadari gelagat itu dan mencoba menahan dirinya. "Aku baru tahu kalau makanan di sini sungguh lezat," ucapnya dengan ekspresi menjaga image. Namun Geon Ta malah tertawa. "Kau harus tertawa begitu? Ingat kau yang mentraktirku malam ini!" seru Yoon Ra kesal. Dilambaikannya tangan pada pelayan restoran itu yang nampak cantik dengan seragam maid yang imut. Jemari Yoon Ra menunjuk di buku menu yang membuat pelayan itu menganggukkan kepala.
"Kau harus bekerja keras agar bisa makan di restoran seperti ini satu bulan sekali.." decis Geon Ta sambil asyik menatap layar smartphone hitamnya.
"Aku akan bekerja agar bisa makan di restoran mahal setiap hari!" sahut Yoon Ra dengan semangat.
Geon Ta menoleh. "Wah.. Kau sedang meledekku rupanya?" cetusnya sambil meletakkan smartphone hitamnya ke meja. Yoon Ra langsung meraih ponsel itu.
Gadis itu berdecak kagum. "Tak kusangka punyamu semahal ini..." serunya takjub. Jemarinya menekan tombol samping ponsel berlayar datar itu. Ia membulatkan mata begitu melihat layarnya kembali berwarna. "Kau kenapa kepo sama instagramnya gadis yang sudah punya pacar ini? Siapa dia?" tanya Yoon Ra. Menatap Geon Ta yang sedang menghirup kuah sup kentalnya.
"Dia pacarku," jawab Geon Ta dengan tenang tanpa memalingkan muka sedikit pun dari menunya.
Yoon Ra kebingungan. "Tapi laki-laki ini kan pacarnya? Mereka nampak begitu mesra di foto-foto ini?"
Geon Ta lalu menoleh. Namun tatapan matanya masih tenang. "Dia sedang berkuliah di Jepang. Aku memutuskan untuk tidak memberitahunya bahwa aku sudah membeli smartphone ini seminggu yang lalu setelah menemukan akun instagram itu..."
Yoon Ra kembali kaget. "Astagaaa.. Kasihan sekali kau ini. Kau masih menyebutnya pacarmu setelah diselingkuhi?!"
Mata Geon Ta mulai menerawang. "Kami sudah berpacaran sejak SMU, dia mendapat beasiswa di Jepang dan diterima bekerja di tempatnya studi praktek. Masa depannya sungguh cemerlang..."
Yoon Ra menatap Geon Ta dengan iba. Ia tak berani berkomentar lebih jauh.
"Malam semakin larut. Orangtuamu tidak mencarimu?"
Mendengar itu, Yoon Ra tertegun sebentar. Ia meletakkan ponsel Geon Ta kembali ke atas meja. Menu yang dipesannya sudah datang lagi.
"Tidak akan ada yang mencariku. Ayah sudah tiada. Ibuku bekerja sebagai bartender di klub malam, ia akan pulang besok pagi.."
"Wah.. Pekerjaan yang seksi sekali.."
Yoon Ra mengernyitkan alis. "Seksi kepalamu? Gara-gara bekerja di sana ia menikah dengan orang yang salah. Saat aku masih sangat kecil mereka melakukan sidang cerai!"
***
Jang Geon Ta merasa sangat lelah malam ini. Matanya mulai mengantuk. Sementara lampu jalan sedikit-sedikit meredup dan lama-kelamaan kehilangan sinarnya. Geon Ta kaget dengan bunyi kaleng yang tak sengaja ia tendang. Jalan itu sangat sepi. Geon Ta mempercepat langkahnya. Menuju taman di depan sana yang pasti terang benderang. Mungkin ia akan melihat Yoon Ra lagi duduk di pinggir jalan taman itu. Sungguh tak disangka mereka akan saling mengenal gara-gara seragam sekolah. Padahal setiap Geon Ta pulang malam ia selalu melihat Yoon Ra duduk di tempat yang sama. Selalu menundukkan kepalanya dengan headset menutupi telinga.
Geon Ta bingung melihat kerumunan orang di tengah jalan. Tepat di pinggiran taman. Maka ia pun menyusup di antara orang-orang itu. Ia mendengar suara gadis tertawa terbahak-bahak, sesekali berteriak nyaring. Dan suara desas-desus yang bercampur tak jelas.
"Yoon Ra...!!!"
Tangan Geon Ta langsung meraih tubuh gadis itu dan menyeretnya dari keramaian. Sementara orang-orang mulai menatapnya dengan menyelidik.
"Ini Yoon Ra. Adikku. Aku akan membawanya pulang...!!!" teriak Geon Ta sambil mencoba menyadarkan Yoon Ra dengan menepuk-nepuk pipinya bergantian.
"Yoon Ra.. Kau ngapain sih mabuk di tempat umum seperti ini..?!" katanya panik. Kedua tangan Yoon Ra mendorongnya dengan keras. "Kau siapa? Minggir sana!" teriak Yoon Ra sambil melangkah terhuyung. Ingin kembali ke taman. Geon Ta lekas menyeretnya lagi. Gadis itu malah jatuh tersungkur ke aspal.
"Kenapa laki-laki itu sungguh jahat....?"
Mendengar itu, Geon Ta langsung mengernyitkan alisnya. "Hm.. Jadi ini karena seorang laki-laki.." gumamnya, tak henti menatap Yoon Ra yang kini terbaring di jalanan dan mulai memejamkan mata.
"Untung kemarin malam aku mengantarmu sampai rumah..."
Geon Ta bingung melihat kerumunan orang di tengah jalan. Tepat di pinggiran taman. Maka ia pun menyusup di antara orang-orang itu. Ia mendengar suara gadis tertawa terbahak-bahak, sesekali berteriak nyaring. Dan suara desas-desus yang bercampur tak jelas.
"Yoon Ra...!!!"
Tangan Geon Ta langsung meraih tubuh gadis itu dan menyeretnya dari keramaian. Sementara orang-orang mulai menatapnya dengan menyelidik.
"Ini Yoon Ra. Adikku. Aku akan membawanya pulang...!!!" teriak Geon Ta sambil mencoba menyadarkan Yoon Ra dengan menepuk-nepuk pipinya bergantian.
"Yoon Ra.. Kau ngapain sih mabuk di tempat umum seperti ini..?!" katanya panik. Kedua tangan Yoon Ra mendorongnya dengan keras. "Kau siapa? Minggir sana!" teriak Yoon Ra sambil melangkah terhuyung. Ingin kembali ke taman. Geon Ta lekas menyeretnya lagi. Gadis itu malah jatuh tersungkur ke aspal.
"Kenapa laki-laki itu sungguh jahat....?"
Mendengar itu, Geon Ta langsung mengernyitkan alisnya. "Hm.. Jadi ini karena seorang laki-laki.." gumamnya, tak henti menatap Yoon Ra yang kini terbaring di jalanan dan mulai memejamkan mata.
"Untung kemarin malam aku mengantarmu sampai rumah..."
Geon Ta yang lelah mulai terhuyung-huyung. Sebentar lagi ia sampai ke rumah Yoon Ra. Rumah minimalis berwarna abu-abu tua. Pemuda itu merasa warna itu memang cocok untuk kedua wanita yang malang di dalamnya. Begitu tiba di depan rumah, Geon Ta lantas mengambil kunci rumah yang dikalungkan di leher Yoon Ra.
"Syukurlah kita sudah sampai. Sekarang aku akan mencari kamarmu.." cetus Geon Ta sambil membawa masuk Yoon Ra yang tertidur pulas di punggungnya. Begitu melihat sofa, pemuda itu langsung membaringkan Yoon Ra di sana.
"Syukurlah kita sudah sampai. Sekarang aku akan mencari kamarmu.." cetus Geon Ta sambil membawa masuk Yoon Ra yang tertidur pulas di punggungnya. Begitu melihat sofa, pemuda itu langsung membaringkan Yoon Ra di sana.
Geon Ta meregangkan semua ototnya yang lelah sambil melangkah gontai mengitari rumah itu. Tak perlu berlama-lama ia menemukan kamar Yoon Ra. Seluruh dinding kamar bermotif bunga dengan kombinasi warna pink pastel. Geon Ta menggeleng. "Benar-benar tidak cocok dengannya yang cenderung kasar dan berani," gumamnya sambil melangkah masuk. Langkahnya terhenti ketika kakinya menginjak suatu tumpukan di lantai yang sebagiannya dilapisi karpet bulu rasfur warna cokelat susu. Matanya bergerak pelan, memperhatikan baik-baik tumpukan foto itu. Ada beberapa yang sengaja disobek. Geon Ta kini duduk berjongkok sambil memunguti foto itu satu per satu. Semua sama. Yoon Ra bersama seorang pemuda berambut cepak. Dan semua latar belakang di foto itu hanya dikombinasi tiga tempat, ruang tamu, ruang makan, dan kamar Yoon Ra. Ya, semuanya di rumah ini. Geon Ta terpaku pada sebuah tulisan di salah satu foto yang disobek: "Hari jadi Han Seung Gi dan Choi Yoon Ra, 24 Januari 2017"
Itu berarti sekitar 7 bulan yang lalu.
"Hm... Aku baru bekerja di mall 5 bulan yang lalu..."
Itu berarti sekitar 7 bulan yang lalu.
"Hm... Aku baru bekerja di mall 5 bulan yang lalu..."
***
"Apa aku tampak parah sekali saat mabuk?!"
Geon Ta hanya bisa tersenyum sambil sesekali terkekeh pelan melihat Yoon Ra yang nampak panik.
"Kenapa kau hanya tertawa? Sungguh menyebalkan!" Yoon Ra terlihat kesal. Tapi ia sepertinya sangat kelaparan hingga makan dengan begitu gusar. Tangan kanannya kini mengacung ke atas. "Bibiiii... Bawakan kami daging lagi...!!!!" teriaknya begitu kencang.
Geon Ta kaget. Ia menarik lengan baju gadis itu. "Apa di saat panik begini kau sangat menyebalkan?!" serunya kesal.
Yoon Ra melirik ke sana-sini. Pengunjung warung makan ini melihat ke arah mereka. "Aku hanya lapar. Aku sudah janji akan mentraktirmu. Ini tanda terima kasih!"
Melihat Yoon Ra yang sangat kesal, Geon Ta hanya bisa berdecak panjang. Ia memutuskan untuk menikmati daging dan kembali menyusunnya dengan rapi di atas pemanggang. Sesekali ia menatap Yoon Ra yang kembali melahap daging yang panas dengan sangat cepat.
"Kau sudah pulang? Baiklah aku segera ke sana.." kata Geon Ta lalu menutup ponselnya. "Teman kosku sudah pulang, ia menghilangkan kunci dan sekarang ingin masuk ke kamar.."
"Aku ingin tahu di mana tempat kosmu.."
Geon Ta hanya bisa tersenyum sambil sesekali terkekeh pelan melihat Yoon Ra yang nampak panik.
"Kenapa kau hanya tertawa? Sungguh menyebalkan!" Yoon Ra terlihat kesal. Tapi ia sepertinya sangat kelaparan hingga makan dengan begitu gusar. Tangan kanannya kini mengacung ke atas. "Bibiiii... Bawakan kami daging lagi...!!!!" teriaknya begitu kencang.
Geon Ta kaget. Ia menarik lengan baju gadis itu. "Apa di saat panik begini kau sangat menyebalkan?!" serunya kesal.
Yoon Ra melirik ke sana-sini. Pengunjung warung makan ini melihat ke arah mereka. "Aku hanya lapar. Aku sudah janji akan mentraktirmu. Ini tanda terima kasih!"
Melihat Yoon Ra yang sangat kesal, Geon Ta hanya bisa berdecak panjang. Ia memutuskan untuk menikmati daging dan kembali menyusunnya dengan rapi di atas pemanggang. Sesekali ia menatap Yoon Ra yang kembali melahap daging yang panas dengan sangat cepat.
"Kau sudah pulang? Baiklah aku segera ke sana.." kata Geon Ta lalu menutup ponselnya. "Teman kosku sudah pulang, ia menghilangkan kunci dan sekarang ingin masuk ke kamar.."
"Aku ingin tahu di mana tempat kosmu.."
***
"Nggg.. Kenapa pintunya sudah terbuka?"
Geon Ta meraih gagang pintu lalu mendorongnya. Mengabaikan Yoon Ra yang masih ngos-ngosan di belakangnya. Mereka baru saja tiba di lantai tiga dengan naik tangga. Padahal perut Yoon Ra tentu kekenyangan sehingga ia hampir memuntahkan lagi semua daging.
"Ae Ri...?"
Yoon Ra baru tersadar seseorang daritadi berdiri di depan mereka ketika ia mendongakkan kepala. Seorang gadis dengan rambut pendek sebahu. Ia seperti pernah melihat gadis itu.
"Geon Ta, siapa gadis ini?" seru gadis itu sambil menghampiri dan menatap Yoon Ra dengan sinis. Alisnya diangkat tinggi begitu bertatapan mata dengan gadis berambut panjang yang dikeriting sosis itu.
Geon Ta meletakkan tangannya di pundak Yoon Ra, merangkulnya. Yoon Ra kaget dan langsung menatap Geon Ta dengan bingung.
"Ae Ri, dia Choi Yoon Ra, pacarku.."
Yoon Ra semakin kaget. Terlebih lagi gadis bernama Ae Ri itu. Matanya tak lepas menatap Yoon Ra. "Apa kau bilang?!"
Yoon Ra pun mengerti maksud Geon Ta. Ia mencoba tersenyum sinis kali ini. "Lalu kau siapa?" serunya.
"Plakkk!!!" sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Yoon Ra. "Dasar wanita jalang. Berani kau bertanya seperti itu?!" teriak Ae Ri. Geon Ta cukup kaget dengan reaksi Ae Ri. Tetapi Yoon Ra seperti tidak merasa sakit sama sekali.
"Lalu kenapa? Kau pacarnya Geon Ta? Lalu siapa Kakeru Natsuyama itu? Pacarmu juga?!" Yoon Ra balas berteriak. Ae Ri terlihat kaget. Dilihatnya Geon Ta yang kini menunggu jawaban darinya dengan wajah penuh kecewa.
"Lalu jika aku tidak boleh berpacaran dengan Geon Ta, akan kucari lelaki bernama Kakeru itu untuk kuajak berkencan!"
Geon Ta langsung menarik bahu Yoon Ra sehingga mereka berdiri berhadapan. Yoon Ra yang kaget hanya bisa terdiam saat tangan Geon Ta menyentuh pipinya lalu mengecup bibirnya dalam-dalam. Apa yang dilakukan Geon Ta tentu di luar dugaan. Yoon Ra hampir kehilangan kesadarannya, saat terdengar suara langkah kaki Ae Ri berlari meninggalkan mereka.
Mereka hanya berdua sekarang. Namun pemuda berambut cokelat dan ikal itu sepertinya belum ingin melepas ciuman itu dari Yoon Ra. Ia pun tak mengerti mengapa nekat melakukan itu.
Geon Ta meraih gagang pintu lalu mendorongnya. Mengabaikan Yoon Ra yang masih ngos-ngosan di belakangnya. Mereka baru saja tiba di lantai tiga dengan naik tangga. Padahal perut Yoon Ra tentu kekenyangan sehingga ia hampir memuntahkan lagi semua daging.
"Ae Ri...?"
Yoon Ra baru tersadar seseorang daritadi berdiri di depan mereka ketika ia mendongakkan kepala. Seorang gadis dengan rambut pendek sebahu. Ia seperti pernah melihat gadis itu.
"Geon Ta, siapa gadis ini?" seru gadis itu sambil menghampiri dan menatap Yoon Ra dengan sinis. Alisnya diangkat tinggi begitu bertatapan mata dengan gadis berambut panjang yang dikeriting sosis itu.
Geon Ta meletakkan tangannya di pundak Yoon Ra, merangkulnya. Yoon Ra kaget dan langsung menatap Geon Ta dengan bingung.
"Ae Ri, dia Choi Yoon Ra, pacarku.."
Yoon Ra semakin kaget. Terlebih lagi gadis bernama Ae Ri itu. Matanya tak lepas menatap Yoon Ra. "Apa kau bilang?!"
Yoon Ra pun mengerti maksud Geon Ta. Ia mencoba tersenyum sinis kali ini. "Lalu kau siapa?" serunya.
"Plakkk!!!" sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Yoon Ra. "Dasar wanita jalang. Berani kau bertanya seperti itu?!" teriak Ae Ri. Geon Ta cukup kaget dengan reaksi Ae Ri. Tetapi Yoon Ra seperti tidak merasa sakit sama sekali.
"Lalu kenapa? Kau pacarnya Geon Ta? Lalu siapa Kakeru Natsuyama itu? Pacarmu juga?!" Yoon Ra balas berteriak. Ae Ri terlihat kaget. Dilihatnya Geon Ta yang kini menunggu jawaban darinya dengan wajah penuh kecewa.
"Lalu jika aku tidak boleh berpacaran dengan Geon Ta, akan kucari lelaki bernama Kakeru itu untuk kuajak berkencan!"
Geon Ta langsung menarik bahu Yoon Ra sehingga mereka berdiri berhadapan. Yoon Ra yang kaget hanya bisa terdiam saat tangan Geon Ta menyentuh pipinya lalu mengecup bibirnya dalam-dalam. Apa yang dilakukan Geon Ta tentu di luar dugaan. Yoon Ra hampir kehilangan kesadarannya, saat terdengar suara langkah kaki Ae Ri berlari meninggalkan mereka.
Mereka hanya berdua sekarang. Namun pemuda berambut cokelat dan ikal itu sepertinya belum ingin melepas ciuman itu dari Yoon Ra. Ia pun tak mengerti mengapa nekat melakukan itu.
Yoon Ra pun mendorong tubuh Geon Ta. Ia terlihat malu untuk mendongakkan kepala. Untuk bertemu mata dengan pemuda itu. "Apa-apaan kau ini?" Hanya itu yang bisa ia ucapkan.
"Maaf," ucap Geon Ta. "Aku sudah melihat semuanya dan mencari tahu semuanya. Han Seung Gi itu, kau adalah selingkuhannya kan?"
"Kau tahu sampai sejauh itu?" Yoon Ra membalikkan badan. "Ya, rupanya ia menyembunyikan status kami dari teman-teman sekolah karena itu. Karena ia pun memacari gadis lainnya. Dan bodohnya aku, aku membiarkannya masuk ke kamarku dulu, hampir setiap malam..."
Geon Ta meraih lengan Yoon Ra dengan lembut. Kembali mereka berhadapan. Dipegangnya dagu Yoon Ra sehingga gadis itu kini menatapnya. "Sejak 5 bulan yang lalu, setiap pulang malam aku selalu melihatmu duduk di tempat yang sama. Aku sangat kenal dengan sosokmu itu. Walau kau selalu tertunduk, dan kadang aku melihat kau mengelap pipi dan matamu. Kau menangis. Pertemuan kita bukanlah sebuah kebetulan. Tapi kita bisa saling kenal karena Tuhan punya cara untuk menakdirkan itu. Meski aku hanya bisa melihatmu dari kejauhan setiap malam, Tuhan akhirnya memaksamu untuk mengenalku.."
Geon Ta menatap gadis itu dalam-dalam.
"Choi Yoon Ra, jadilah kekasihku..."
"Maaf," ucap Geon Ta. "Aku sudah melihat semuanya dan mencari tahu semuanya. Han Seung Gi itu, kau adalah selingkuhannya kan?"
"Kau tahu sampai sejauh itu?" Yoon Ra membalikkan badan. "Ya, rupanya ia menyembunyikan status kami dari teman-teman sekolah karena itu. Karena ia pun memacari gadis lainnya. Dan bodohnya aku, aku membiarkannya masuk ke kamarku dulu, hampir setiap malam..."
Geon Ta meraih lengan Yoon Ra dengan lembut. Kembali mereka berhadapan. Dipegangnya dagu Yoon Ra sehingga gadis itu kini menatapnya. "Sejak 5 bulan yang lalu, setiap pulang malam aku selalu melihatmu duduk di tempat yang sama. Aku sangat kenal dengan sosokmu itu. Walau kau selalu tertunduk, dan kadang aku melihat kau mengelap pipi dan matamu. Kau menangis. Pertemuan kita bukanlah sebuah kebetulan. Tapi kita bisa saling kenal karena Tuhan punya cara untuk menakdirkan itu. Meski aku hanya bisa melihatmu dari kejauhan setiap malam, Tuhan akhirnya memaksamu untuk mengenalku.."
Geon Ta menatap gadis itu dalam-dalam.
"Choi Yoon Ra, jadilah kekasihku..."
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar