"Ah, anak-anak seberang ini memang mengganggu sekali..."
"Tapi keren sekali..."
Sebuah pukulan kecil mendarat dikepalaku.
"Keren gak ada hubungannya, biar bagaimanapun ini sudah melewati batasnya.." Nina berceloteh sambil menggamit lengan kananku.
Aku masih merasa tersinggung sekali dengan pukulannya kekepalaku barusan, tapi dia berkata seolah tak melakukan apapun saja. Benar-benar menyebalkan.
"Iya, coba kamu liat. Garis pembatas ini kan masih keliatan meskipun sudah pudar," sambung Lia.
"Betul, betul. Seharusnya diberi dinding pembatas saja antara kedua sekolah ini," kata Nina antusias.
"Wah, jangan dong," sahutku. "Kalau diberi dinding yang tinggi, kita gak bisa liat mereka main bola lagi..."
"Cieeeeeeeee....!!!"
Kedua temanku bersorak.
"Hah, barangkali Benda punya cinta rahasia diantara mereka.." seloroh Nina.
"Mungkin saja.." Lia menimpali.
Baiklah, aku mau mengenalkan diri dulu. Namaku Benda umurku 12 tahun.
Aku kini duduk dibangku kelas satu SMP.
Nah, aku mau berbagi cerita tentang cinta pada pandangan pertama sekaligus cinta pertamaku.
Pemuda ini tampan dan keren sekali, dia anak SMP seberang.
Sekolah kami adalah gabungan dua sekolah di dalam satu wilayah, gedungnya berseberangan dan hanya memiliki satu lapangan.
Lapangan ini dibagi dua, tetapi tetap saja disatukan jika ingin mengadakan upacara bendera atau upacara kenaikan kelas.
Nah, bagian dari sekolah ini yang paling aku suka adalah lapangan ini. Karna dilapangan inilah aku pertama melihat dia, berinteraksi, dan bisa menemukan dia bermain bola setiap hari.
Seperti saat ini, dengan berjalan ditepi lapangan ini aku bisa melihat dia yang bermain dengan penuh semangat.
Kalian tau bagaimana pertama aku berinteraksi dengannya? Hahaha, itu karena aku terkena bola yang dia tendang. Dan kebetulan sekali sudah tiga kali aku terkena bolanya.
"Benda, siapa yang akan mengambil rapormu besok?"
Nina menatapku.
"Tentu saja ibuku," jawabku. "Kamu sendiri?"
"Entahlah, kedua orangtuaku kan sibuk bekerja.." jawab Nina.
"Kalau begitu ibuku saja yang ambilkan,"
Nina menarik tanganku, "Benar ibumu mau?" seru Nina dengan antusias.
"Iya, biar nanti aku bujuk dulu lah.."
Aku melayangkan tatapanku lagi kearah lapangan. Rasanya aku tak mau ia menghilang dari pandanganku.
"Wah, jadi penasaran nih siapa ya yang bakal jadi juara dikelas kita?"
Nina dan Lia saling pandang, kemudian melirik kearahku.
"Hmm, pasti Benda lah.." seru Lia.
Aku tertawa bangga.
"Aku optimis, dengan berdiri dilapangan sebagai juara kelas aku bisa buat dia mengenalku.."
Nina dan Lia langsung bersorak.
"Kayaknya beneran nih Benda lagi naksir cowok.."
***
Cepat panggil namaku, aku sudah tak sabar....
"Benda, kamu kok nunduk terus dari tadi?"
Aku segera mendongak kesamping, Lia dan Nina menatap bingung kearahku.
"Nanya? Panas terik gini kok.." Aku menjawab pertanyaan Lia.
"Oh, aku pikir kamu udah mau pingsan hahaha.."
Lia dan Nina kemudian tertawa meledek.
Kami pun mulai membuat keributan ditengah barisan, lama sekali menunggu pengumuman juara kelas.
"Ciee, yang lagi gak sabaran nunggu namanya dipanggil..." Nina berseru.
Lia mengacungkan kedua jempol kearahku, "Kamu pasti dipanggil..!!"
Aku mulai deg-degan.
Apalagi ternyata namaku benar-benar dipanggil sebagai juara pertama dan juara umum. Rasanya bahagia sekali untuk pertama kalinya pembagian rapor di SMP ini, aku berjalan ketengah lapangan diiringi tepukan yang riuh.
Begitu selesai menerima piagam, aku langsung saja melempar pandanganku menyapu kesemua barisan putih-biru dilapangan.
Dia dimana? Dia pasti datang dan melihat kearahku kan biarpun sebentar?
Tapi, aku yakin sekali cowok dari SMP seberang yang tidak kelihatan berdiri dimana sekarang melihatku berdiri disini. Berdiri sebagai seorang juara.
***
Hmm... Liburan sekolah yang membosankan harus kulalui selama seminggu suntuk di rumah.
Ini baru hari pertama, tetapi tidak ada planning untuk pergi kemana.
"Benda, ada telepon dari Nina....."
Telepon dari Nina kata ibu?
Baiklah, sedikit bersemangat aku berdiri dari posisi tertelungkup di ranjang. Aku langsung keluar dari kamar dan meraih gagang telepon.
"Halo..?"
Beberapa jam kemudian aku, Nina, dan Lia berjalan bertiga disekitar rumah Lia. Kami bosan juga mengobrol tidak jelas didalam kamar Lia sedari tadi.
Aku melangkahkan kaki dengan malas, sementara Nina dan Lia masih mengoceh entah apa yang mereka bicarakan.
Aku melihat kesana-kemari, ada sebuah lapangan kecil. Ada beberapa anak cowok sedang bermain sepak bola.
Dan tanpa disengaja aku melihatnya lagi disini. Dibawah sinar matahari ia bermain dengan semangat, ia nampak gembira dengan cucuran keringat yang membasahi seluruh tubuhnya.
"Eh, itu anak seberang yang suka main dilapangan sekolah 'kan?"
Tiba-tiba Nina yang betubuh tinggi sudah melingkarkan kedua lengannya dileherku.
"Rumahnya didekat sini?" aku ikut melontarkan pertanyaan.
Lia menghampiri kami yang sedang berdiri memandangi anak-anak cowok itu.
"Iya, rumahnya 'kan ada dibelakang rumahku.." jawab Lia.
"Eh, masa sih? Siapa ya namanya?"
"Ciee semangat banget? Jangan-jangan itu cowok yang kamu taksir?" Nina kembali meledekku.
Aku hanya menjawab pertanyaan itu dengan tatapan kesal.
Lia tertawa.
"Namanya Tian,"
Aduh, aku malu sekali dia akhirnya menoleh kearah kami. Aku bisa melihat matanya menatapku. Aku pasti terlihat bodoh sekali saat ini, seperti sedang menyaksikan artis yang tengah syuting film.
Rupanya ia bernama Tian.
Setelah hampir setengah tahun kami bersekolah di satu lingkungan yang sama, tanpa pernah berkenalan akhirnyaaku mengetahui namanya juga.
Mungkin jika dari awal aku menceritakan ini pada teman-temanku aku bisa mengetahui namanya dari sejak lama.
Tapi tentu saja aku tidak akan menceritakan ini karena mereka seringkali meledekku.
***
"Siapa cinta pertamamu?"
Setiap teringat pertanyaan dari Rian aku jadi teringat lagi dengan sosok anak lelaki berseragam SMP yang sedang bermain bola dilapangan.
Rasanya seperti baru kemarin aku melangkah ke gedung SMP dan melihat dia bermain bola.
Aku merasa benar-benar bodoh sekali saat itu.
Sewaktu duduk di bangku SMU dan kuliah di Fakultas Ilmu Pendidikan, aku sering sekali mendapati cerita cewek yang menyatakan cinta kepada cowok yang disukainya bahkan banyak juga yang diterima.
Tapi, itu tinggal kenangan. Kisah cinta pada pandangan pertamaku yang tidak kesampaian sampai aku kini telah sebulan menikah dengan pacarku sewaktu dibangku kuliah.
Aku dan lelaki itu juga tidak pernah saling menyapa meskipun kami berada di satu lingkungan sekolah selama tiga tahun lamanya. Selama tiga tahun itu rasanya aku benar-benar menjadi gadis yang bodoh dengan keinginan yang aneh setiap berdiri dilapangan untuk menerima piagam juara.
Meskipun aku yakin sekali, namaku cukup tenar disekolah karena selalu diumumkan didepan para murid setiap upacara pembagian rapor sebagai juara pertama sekaligus juara umum.
Dia memang bukan jodohku, semenjak lulus SMP aku juga tidak pernah melihat dia lagi.
Sekali lagi, itu hanya sebuah kenangan.
Meskipun rasa deg-degan ini terus muncul setiap aku teringat dia.
"Itu apa yah?"
"Ini namanya facebook bunda, disini kita bisa bertemu dengan teman lama kita dulu.."
Aku memang pernah mendengar tentang ini, tapi jujur saja baru kali ini aku melihat tampilan facebook itu seperti apa.
"Kalo bunda mau, ayah buatin punya bunda deh..."
"Ayah, cewek-cewek ini siapa kok banyak banget?"
"Teman sekolah ayah dulu, ketemu lagi di facebook.."
"Huu, awas ya kalo ketemu mantan pacarnya juga disini.."
Nah, dari sinilah ideku muncul.
Begitu Rian pergi bekerja, aku langsung membuka situs jejaring sosial itu dengan laptopku.
Aku sudah memiliki akunku sendiri.
Rasa deg-degan muncul lagi ketika aku mengetikkan namanya.
Dan sampai juga aku menemukan satu-satunya akun yang bernama sama persis dengan namanya. Tapi, rasanya kecewa aku melihat foto profil dia bersama seorang wanita cantik yang kemungkinan adalah pacarnya.
Aku langsung mengirim permintaan pertemanan.
Beberapa detik kemudian muncul tanda merah, sebuah pemberitahuan tentang konfirmasi permintaan pertemanan.
Itu dia, yang menerima permintaan pertemananku adalah dia!!!
Degup jantungku semakin keras, kulihat dia online di obrolan.
Dia mengirimiku sebuah pesan!!!
Tanganku mulai gemetaran ketika mencoba mengetik balasan untuknya.
'ini Benda anak SMP X?'
'iya, kok kamu tau?'
'iyalah. aku inget kok. aku kan anak SMP Y yang pernah nendang bola trus kena kamu, inget? gimana kabarnya sekarang?'
'oh.. iya ya? alhamdulillah baik'
'statusnya beneran udah menikah?'
'iya, baru sebulan nikah. kamu?'
'aku belum ada rencana..'
'kan pacarnya cantik juga, ngapain ragu lagi? hehe'
'hahaha. kamu sih kenapa tiba-tiba pas ketemu lagi udah nikah aja..'
'emang kenapa?'
'gak papa kok, selamat ya udah ketemu jodohnya'
Aku tidak sengaja meneteskan air mata dikedua pipiku.
Begitu membaca ucapan selamat itu aku langsung saja keluar dari situs itu dan mematikan laptopku.
Tiga tahun usahaku tidak begitu sia-sia, aku berhasil membuat ia memgingat namaku sampai sekarang. Setelah beberapa tahun kami tidak bertemu, ia masih bisa mengenaliku.
Mungkin air mata ini adalah tanda kekesalanku.
Mengapa saat itu aku tidak pernah mencoba menyapanya?
Mengapa juga ia tidak pernah menyapaku?
Mengapa baru sekarang ia menyapaku?
Mengapa baru sekarang ia mengajakku mengobrol dengan akrab?
Melihat foto pernikahanku didinding, aku selalu menguatkan hatiku bahwa aku harus menghilangkan perasaan ini terhadapnya.
Sekalipun kini ia muncul lagi dan akan mengatakan bahwa dia mencintaiku,
aku sudah dimiliki orang lain, bukan dia.
:)
cerita ini diangkat dari kisah nyata teman kerjaku, tapi nama dan beberapa bagian disini sudah diedit.
Tidak mencantumkan nama sebenarnya
Kak,ini sama pengalamanku juga hihi
BalasHapusbagus kak (y) menyentuh :')
oo iya ya?
BalasHapussbnrnya miris ya critanya, ini diambil dr kisah nyata :)
makasih kunjungannya !