Jumat, 16 November 2012
Pacar Dari Langit
"Wiya, aku minta maaf lagi untuk hari ini..."
Aku menatap Zendi yang memasang tatapan memelas.
Aku langsung menepuk pundaknya.
"Gak perlu melas gitu mukanya, aku ngerti kok..."
Kulihat pacarnya sudah menanti, gadis cantik itu berdiri agak jauh di belakang Zendi.
Zendi tersenyum.
"Tuh, pacar kamu udah nunggu. Samperin deh..."
Aku membalas senyuman Zendi.
"Oke, lain kali kita pulang bareng lagi ya.." seru Zendi sambil berbalik, namun sebelum ia melangkah aku langsung menarik tangannya.
"Gak perlu antar aku lagi, aku pulang sendiri aja..." bisikku.
Zendi menoleh menatapku.
"Kamu pulang aja sama pacar kamu tiap hari.."
***
Matahari bersinar terik siang ini.
Mendengar bahwa Zendi sudah punya pacar itu seperti disambar petir. Aku sebenarnya suka pada pemuda itu. Dua bulan lalu ia pindah ke rumah di samping rumahku, dan ternyata ia juga pindah ke sekolahku dan kami belajar di kelas yang sama. Aku pikir ini adalah takdir, kupikir ia adalah jodohku.
Sebelum Zendi punya pacar, kami selalu datang dan pulang sekolah bersama. Benar-benar neraka, ternyata Zendi menyukai gadis di kelas samping dan memintanya menjadi pacar. Ternyata ia memang hanya menganggapku teman. Mungkin aku harus punya pacar juga agar bisa melupakan perasaanku terhadap Zendi.
Sekarang aku kembali sendirian, berjalan pulang ke rumah di siang bolong memang menyedihkan. Seandainya aku punya pacar, pasti aku sudah diantar pulang...
"Meoooong..... Meoooong....."
Aku mendengar suara seekor kucing. Rasanya suara itu pilu sekali seperti teriakan minta tolong? Dengan penasaran aku mulai mencari asal suara itu.
Baiklah, sekarang aku sudah menemukan kucing malang ini. Dia tercebur ke dalam got.
***
"Selamat siang..."
Begitu mendengar suara ibu, aku langsung menyahut sedikit berteriak.
"Selamat datang ibu... Ibu bawakan makan siang apa kali ini..?!"
"Anak ini, ibu baru tiba sudah berteriak menanyakan makanan?"
Terdengar suara langkah kaki mendekat.
"Aku sangat lapar..." kataku.
Ibu langsung duduk disampingku.
"Ya ampun, kucing siapa kamu bawa pulang..?!"
Aku menoleh sambil tersenyum, ku sodorkan kucing ditanganku kepada ibu.
"Aku menemukan kucing malang ini di jalan, dia manis sekali ya....?"
Ibu menatapku dengan marah.
"Kenapa kamu bawa pulang? Ini nampaknya kucing mahal, nanti kamu dikira pencuri.."
"Kenapa aku harus berpikir begitu? Aku hanya menyelamatkan kucing yang tercebur ke dalam got.."
Ibu beranjak dari duduknya.
"Dasar anak nakal...!!"
***
"Wiya, bangunlah...!!!"
Aku tidak percaya cepat sekali sudah berganti pagi. Suara ibu dan suara ketukan pintu itu benar-benar berisik. Baiklah, aku harus bangkit dari tempat tidurku dan bergegas ke sekolah.
Aku hampir lupa, aku 'kan sudah punya kucing peliharaan sekarang? Kemana dia?
"Ibu, kucingku mana?"
Aku mulai melangkah keluar kamar dan menghampiri ibu yang sedang menyiapkan sarapan.
"Ibu, mana kucingku?"
"Tidak tahu, mungkin menyusul ayahmu.."
Ibu menjawab tanpa melihatku.
Aku tertawa.
"Maksud ibu dia mati? Jangan bercanda bu, ibu buang?"
"Tidak, sewaktu ibu pergi belanja dia ikut keluar dan berlari kencang sekali.."
***
"Ibu aku berangkat ya.....!!!"
Aku mulai melangkahkan kaki ke luar rumah.Aku melihat ke rumah samping, pasti Zendi sudah pergi menjemput pacarnya. Huh, menyedihkan sekali aku ini...
Aku mulai melangkah lagi menyusuri jalanan.
"Wiya, tunggu.........!!!"
Aku menghentikan langkahku.
Seorang pemuda bermotor memanggilku, ia menepikan motornya agak jauh didepanku. Aneh, rasanya aku tidak mengenal pemuda itu.
Ia mulai berlari menghampiriku. Ia membuka helm nya begitu tiba dihadapanku.
"Wiya, masih ingat aku?"
Aku mulai menatap wajah pemuda ini lekat-lekat.
Wah, tampan sekali dia, bahkan Zendi pun tidak setampan dia...
"Wiya, aku 'kan temanmu sewaktu di Taman Kanak-Kanak, ingat tidak?"
Aku menggeleng pelan sambil mataku tetap terpesona dengan ketampanan pemuda ini.
Ia mulai menggerak-gerakkan tangannya didepan wajahku.
"Hmm, maaf aku gak ingat siapa kamu.." kataku malu.
Aku mulai menunduk, apa yang barusan ku lakukan? Bodoh sekali..
"Wah, sayang sekali.." kata pemuda itu.
"Tidak apalah, aku antar kamu ke sekolah ya.."
Ia menarik tanganku dan berbalik.
"Ehh.. Maaf, kamu siapa ya?"
Ia langsung berhenti melangkah, dilepasnya genggaman tangannya.
"Ferza, coba kamu ingat-ingat lagi.."
***
"Kamu sekolah disini?"
"Iya, makasih ya sudah antar aku.."
"Iya, nanti pulang jam berapa? Aku jemput ya?"
Aku mulai turun dari motor.
Wah, rasanya beruntung sekali hari ini. Aku tidak menyangka Tuhan kirimkan lelaki yang lebih tampan dari Zendi untukku..
"Jam dua nanti.."
Ferza membuka penutup helm nya, terlihat dia tersenyum manis padaku.
"Nanti tunggu aku disini, aku bakal jemput kamu.."
Aku balas tersenyum, kuanggukkan kepalaku dengan semangat.
Ia lalu menyodorkan ponselnya.
"Tolong ketikkan nomormu disini.."
Aku meraih ponselnya dan mulai mengetikkan nomor ponselku.
Rasanya luar biasa sekali, sungguh luar biasa...
***
"Wiya, pacar kamu tampan sekali ya..."
"Aku jadi iri, bisa kamu carikan pemuda yang tampan untukku tidak..?"
Aku bahagia sekali.
Sudah hampir dua minggu aku berpacaran dengan Ferza.
Semua teman perempuanku tentu saja iri sekali saat melihat foto-foto mesraku bersama Ferza. Rasanya puas sekali, dan tidak terasa aku mulai melupakan Zendi.
"Selamat Wiya..."
Aku menoleh, ternyata Zendi berdiri di belakangku. Entah sejak kapan ia sudah berada disitu dan mendengar percakapanku dengan mereka.
"Selamat ya, akhirnya kamu sudah punya pacar.."
Aku tersenyum.
"Makasih ya, dengan pacarmu bagaimana?" seruku, "Mungkin lain kali kita bisa jalan berempat, pasti menyenangkan..."
Zendi terdiam, ia langsung berbalik meninggalkanku.
"Kamu kenapa menanyakan itu? Dia 'kan baru saja putus dari pacarnya..." seorang teman menyahut.
Aku langsung menoleh menatap teman-temanku.
"Zendi putus....?"
***
"Sudah lama..?"
Aku menghampiri Ferza yang sudah menungguku diatas motornya.
"Baru saja tiba disini.." jawab Ferza sambil tersenyum.
"Baguslah.."
Aku balas tersenyum dan mulai naik ke boncengan.
"Hari ini kita mau kemana?" tanyaku. "Hari ini tepat dua minggu kita jadian.."
Ferza cukup lama diam.
"Kita ke taman hiburan saja ya.."
"Baik..!"
Bahagia sekali, hari ini tepat dua minggu kami jadian. Waktu terasa cepat sekali, langit mulai gelap. Kami jalan bersama sampai lupa waktu.
Ferza menghentikan motornya tepat di depan rumahku. Aku mulai turun.
"Hari ini juga tidak mau mampir ke rumah?"
Ferza membuka penutup helm nya dan tersenyum padaku.
"Lain kali ya.."
Aku memonyongkan bibirku.
"Pokoknya besok harus mampir ke rumahku.."
Ferza menepuk pundakku sambil tertawa.
"Tambah cantik saja kamu kalau cemberut.."
"Oh ya...??"
Ferza tertawa lagi.
"Aku punya hadiah untuk kamu, buka saja tasku.."
"Hadiah?"
Aku langsung bersemangat, tanganku langsung menyergap tas pacarku.
Wah, sungguh bingkisan yang indah..
Entah apa yang ada di balik kotak cantik ini?
"Wiya.."
Aku langsung menatap Ferza.
"Terima kasih ya.."
Ferza tersenyum.
"Ini hadiah karna hari ini tepat dua minggu kita jadian.." kata Ferza.
"Dan tiga minggu kita sejak kamu menemukan aku lagi.."
Cukup lama kami saling pandang.
"Tapi kamu harus berjanji ya, buka kado ini harus besok pagi.."
"Kenapa begitu?"
"Ayo janji..."
"Janji..!!"
***
"Wiya, bangunlah...!!!"
"Iya, aku sudah bangun....!!"
Aku terbangun sendiri pagi ini, mungkin karena aku sudah tidak sabar untuk membuka kado dari Ferza.
Jantungku dari tadi berdegup kencang. Aku teringat saat semalam ia memberikan kado ini padaku.
Kira-kira apa isinya?
Perlahan-lahan kulepas ikatan pita, dan mulai membuka kotak indah itu.
Kulihat isinya. Di dalamnya ada boneka kecil berbentuk kucing yang lucu dan sebuah amplop yang agak tebal.
Lucu sekali boneka ini, mirip dengan kucing yang kutemui waktu itu...
Yang membuatku penasaran adalah isi dari amplop ini..
Aku meletakkan kembali boneka kecil tadi ke dalam kotaknya dan kuletakkan di ranjang. Mataku mulai terfokus dengan amplop ini. Langsung saja kubuka, ada banyak foto dan selembar surat. Aku mulai membaca surat itu dan mengabaikan foto-foto itu.
"Tidak mungkin...."
Selesai membaca surat itu, langsung saja ku ambil foto-foto tadi dan ku perhatikan satu per satu.
***
"Ibu, aku berangkat dulu ya...!!!"
Aku melangkahkan kaki ke luar rumah. Ku tutup pagar rumahku.
Aku mencoba menyimpan air mata yang sedari tadi tak mau berhenti keluar. Untung saja pagi ini aku menyantap sarapanku sendiri karena ibu sibuk memasak untuk makan siang.
Aku tidak percaya dengan apa yang ku baca...
Aku tidak percaya dengan apa yang ku lihat....
"Wiya.."
Terdengar suara langkah kaki mendekat.
"Wiya, kenapa kamu menangis?"
Aku menoleh.
Zendi berdiri dihadapanku. Ia menatapku dengan cemas.
"Wiya, kamu kenapa?"
Zendi memegang kedua pundakku.
Aku tidak sanggup berkata.
Langsung saja aku menangis di pelukannya.
Mungkin di dunia ini tidak ada gadis yang memiliki pengalaman sepertiku. Kalian yang membaca ini pasti ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi diantara aku dan Ferza? Aku juga tidak percaya, tapi di suratnya ia mengatakan bahwa ia adalah seekor peri yang dijatuhi hukuman, untuk menghilangkan kutukan dan kembali menjadi peri, ia membutuhkan aku.
Ia berterima kasih padaku karena aku memuluskan jalannya, pertama ia dikutuk menjadi seekor kucing dan aku mau menolongnya. Hukuman kedua, ia dikutuk menjadi manusia, ia juga berhasil menggodaku. Dan lama waktu hukumannya, seminggu menjadi kucing dan tiga minggu menjadi manusia sudah berakhir. Semua itu terlihat nyata, karena di setiap fotonya bersamaku, di setiap foto itu dia menghilang...
TAMAT
Cerita ini hanya fiksi ^^
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar