Sabtu, 13 April 2013

Shibuya Tanpa Suara


Hari kedua liburan musim panas kujadikan momen tempat pelampiasan masa merdekaku. Hari pertama kuhabiskan untuk menangisi Sasa Takeda, kakak kelas, pacar pertama yang memutuskan begitu saja empat bulan kebersamaan kami. Dia bilang aku ini egois, kelewat manja dan selalu membuatnya pusing. Dia tak pernah memikirkanku yang selalu mengkhawatirkannya. Baiklah, aku merasa bodoh kalau terus meratapinya.
Karena itu aku memutuskan untuk refreshing sendirian ke Shibuya. Disana sangat ramai, dan juga ada banyak hal yang menyenangkan.


            Sekarang aku sedang berada di kereta, melaju dari Asakusa menuju Shibuya. Entah mengapa terasa sepi sekali, masih banyak bangku kosong. Disebelahku seorang pemuda sedang asyik membaca manga[1] dengan kabel headset menggantung dari telinganya. Awalnya aku juga mau mendengarkan music, namun bodohnya aku lupa membawa headset-ku. Sepi sekali, hanya suara laju kereta yang terdengar. Tiba-tiba sebuah manga melayang kehadapanku. Pemuda itu sepertinya tau aku sedang bosan, ia mau meminjamkannya padaku. Aku menatapnya bingung, namun ia hanya tersenyum sambil menggerakkan manga itu didepan mataku.
            “Arigatou.” [2]Kataku sambil menerima manga itu dan mulai membaca. Pemuda itu tak menjawab, ia kembali menikmati music yang didengarnya.
            “Ngomong-ngomong, kau mau kemana?” tanyaku berbasa-basi.
            Pemuda itu menatapku, lalu mengeluarkan notes dan pulpen kecil dari saku jeans-nya. Ia mulai menulis. Aku sedikit bingung, namun kutunggu saja apa maksudnya. Ia lalu menyerahkan notes itu. Aku langsung membaca tulisan tangannya.
            Aku mau ke Shibuya. Senang bertemu denganmu.
          Aku Daisuke Hondo. Namamu siapa? Mau kemana?
            Setelah membaca, aku kembali menatapnya. Mungkinkah pemuda ini tak bisa bicara? Ia hanya tersenyum padaku lalu mengulurkan tangannya. Terdiam sebentar, aku lalu menerima uluran tangannya.
            “Namaku Setsuna Ashiya. Sama, aku juga mau ke Shibuya.” Kataku sambil tersenyum. Pemuda itu lalu melepas tanganku dan mengambil notes dariku, kembali menulis. Membaca tulisannya itu, aku langsung mengangguk-angguk.
            Kalau begitu ayo kita pergi bersama, Setsuna-chan!
            Beberapa saat kemudian, kami tiba di Shibuya. Daisuke nampak senang sekali, ia menceritakan banyak hal lewat tulisannya. Dia tinggal di Tomigaya yang letaknya sendiri berdekatan dengan stasiun Shibuya. Dia sekarang duduk dibangku kelas 3 sma sedangkan aku baru kelas 2. Aku hendak memanggilnya Onii-sama[3] namun ia langsung menggeleng kuat, rupanya ia ingin aku memanggilnya Daisuke saja.
            “Daisuke, temani aku ke Shibuya 109[4], mau tidak?”
            Tanpa banyak berpikir, Daisuke langsung tersenyum sambil mengangguk-angguk. Dia langsung mengulurkan tangan kanannya. Aku terdiam sejenak tanpa menerima uluran tangannya. Lalu ia menggeleng sebentar kemudian menarik tanganku dan memegangnya erat. Aku menunduk malu. Akhirnya kami berjalan bergandengan layaknya sepasang kekasih.
            Hampir sore di Shibuya, Daisuke dengan senyum manisnya masih menemaniku berbelanja dengan sabar. Sungguh berbeda dengan Sasa Takeda, yang selalu marah jika aku mulai kesetanan dan mengajaknya kesana-kemari. Aku masih ingat betul bagaimana ekspresi wajahnya ketika aku minta ditemani belanja, dan bagaimana suara ocehannya ketika memarahiku. Dan bagaimana ekspresi malasnya saat kutanyai pakaian mana yang seharusnya kubeli, benar-benar memuakkan.
            “Daisuke, aku mau makan gyudon[5]. Temani aku ya!”
            Seperti tadi, ia masih menanggapiku dengan senyuman dan anggukan pelannya. Beberapa saat kemudian, kami tengah asyik makan bersama. Aku mulai menceritakan tentang Sasa padanya. Aku memang tipe gadis yang tidak bisa diam dan cenderung kasar dalam bicara. Aku mudah bergaul dan ceplas-ceplos dalam bercerita. Lama memperhatikanku bercerita, akhirnya Daisuke menulis lagi.
            Aku juga punya pengalaman memuakkan dengan mantan pacarku, bagaimana kalau besok kita bertemu lagi? Aku mau menceritakan semuanya. Sekarang sudah sore. Besok kita ketemu di depan patung hachiko [6]jam 1 J
            Selesai membaca, aku langsung mengangguk. “Ternyata kau juga pernah punya pacar? Baiklah, aku jadi tidak sabar mau mendengarkan ceritamu!”
***
            Keesokan harinya, jam 2 di stasiun Shibuya. Aku langsung berlari menuju patung hachiko, dimana kami berjanji untuk bertemu.
            “Gomennasai..[7] kataku tidak keenakan. Nafasku masih tersengal. Daisuke pasti sudah lama sekali menunggu.
            Daisuke langsung menghampiriku sambil tersenyum. Ia menepuk-nepuk pundakku sambil menggeleng, seperti mengisyaratkan ‘tidak apa-apa, aku tidak marah.’ Saat itu juga aku jadi teringat bagaimana Sasa memarahiku saat aku datang telat waktu kami janjian untuk bertemu, waktu itu hari pertama kami nge-date, benar-benar berbeda sekali.
            Daisuke berjalan disisiku, aku langsung mengikutinya.
            “Kita mau kemana?”
            Tak lama kemudian, kami tiba di jembatan Inari, Sungai Shibuya, yang terletak di sisi lain stasiun Shibuya.
            “Wah, ini kan tempat ditemukannya hachiko yang sudah tewas ya?”
            Daisuke mengangguk, lalu mengeluarkan notes dari saku jeans-nya. Dia langsung menyerahkan notes itu padaku. Rupanya ia telah menuliskan banyak hal dari rumah.
            Sudah 1 tahun aku berpacaran dengan Shizuka Mishima. Menurutku, dia gadis paling cantik di sekolah, matanya bulat, rambutnya hitam panjang lurus sepinggang, gaya berpakaiannya persis sepertimu, sifatnya juga persis sepertimu. Pertama kali aku bertemu dengannya juga didalam kereta menuju Shibuya di liburan musim panas. Hampir sama suasananya saat kita bertemu, sepi, aku pun meminjamkan manga-ku padanya. Kami tidak tau, ternyata kami satu sekolah. Awalnya aku memilihnya karena penampilan fisiknya yang feminine, akhirnya aku benci sikapnya yang manja dan egois, cara bicaranya juga kasar. Aku sering memarahinya, namun aku terlanjur menyayanginya makanya aku bertahan. Namun ia terlanjur tak bisa menerima sikapku. Hari terakhir sebelum liburan musim panas, ia memutuskan hubungan untuk melepaskan diri dariku. Semuanya berakhir.
            Aku terdiam sejenak. Sambil mengembalikan lagi notes itu padanya, aku berpikir. “Kau sadar tidak, terlalu banyak kesamaan dari cerita ini dengan yang kuceritakan kemarin?”
            Daisuke mengangguk, lalu menuliskan sesuatu di notes.
            Iya, tapi kau berada di posisi Shizuka. Namun dalam ceritamu, pacarmu yang memutuskanmu, bukan kau.
***
            Setibanya dirumah, aku langsung merebahkan tubuhku. Aneh sekali, aku terus teringat pada Daisuke. Pemuda itu mengaku kalau sifatnya nyaris seperti Sasa. Kisah percintaan kami juga nyaris sama, bahkan sama-sama berakhir di hari terakhir sebelum liburan musim panas. Namun bedanya, Daisuke seorang pemuda yang cenderung mengalah dan mau memahami pasangannya, tidak seperti Sasa.
            Akhirnya tiba lagi hari esok, kami berjanjian lagi di patung Hachiko.
            “Hari ini temani aku ke Don Quixote [8]ya. Tapi sebelumnya, kita minum kopi dulu di Excelcior CafĂ©!”
            Seperti biasa, Daisuke menanggapiku dengan anggukan dan senyuman. Lalu kami mulai berjalan bersama. Aku menceritakan banyak hal. Tidak seperti Sasa, Daisuke selalu nampak bersemangat dan mendengarkan ceritaku. Malahan dengan keterbatasannya untuk berbicara, ia mengomentari lewat tulisan-tulisannya. Ia terlihat penyabar dan penyayang, dan yang paling kusuka adalah dia bisa menyemangatiku dan sekedar membuatku tersenyum lewat kemampuannya membuat gambar-gambar lucu. Dia memang memiliki keterbatasan, namun keinginannya untuk menyenangkan orang lain sangat besar, bisa dilihat dari usahanya bertahan bersama pacarnya hingga setahun.
            Hari itu kami bertukar nomor ponsel. Dan esoknya aku malas sekali untuk keluar rumah, padahal Daisuke mengajakku bertemu lagi. Pasti menyenangkan seandainya dia juga tinggal di Asakusa, atau satu sekolah denganku.
            Konnichiwa[9].. Ogenki desu ka?[10]
     Sedang apa di rumah?
            Aku menatap ke layar ponsel, tersenyum. Rupanya dia sedang memikirkanku juga? Aku langsung mengetikkan balasan untuknya.
            Konnichiwa.. O kage desu[11]..
            Tidak ada, hanya berbaring di ranjang. Malas kemana-mana. Kau sendiri?
            Tiga menit kemudian ia membalas.
            Aku baru saja dari Shibuya 109. Hehe..
            Aku buru-buru membalas.
            Sendirian? Benarkah? Ngapain kau pergi kesana?
            Dia membalas.
            Baju yang kita lihat bersama waktu itu. Kau tidak jadi membelinya karena uangmu kurang, makanya aku membelikannya untukmu. Besok kita harus bertemu lagi, jam 1 di patung Hachiko J
            Aku langsung tersenyum sendiri. Ingat waktu aku melihat baju itu di Shibuya 109.
            Benarkah? Terima kasih banyak ya!
     Mata aimashoo[12]J
            Ia membalas.
            Douitashimashite[13]. Mata aimashoo J
            Esok harinya, jam 1.30 di depan patung hachiko.
            “Maaf, agak terlambat!”
            Daisuke langsung menghampiriku, ia menggeleng pelan. Ia masih seperti biasa seperti diawal kami bertemu, mengenakan topi, kaus lengan pendek dan jeans, sepatu sneakers, dan tak lupa headset menggantung ditelinga. Sambil tersenyum, ia menyerahkan notes-nya padaku.
            Setsuna, kau mau tidak jadi pacarku?
            Aku terkejut membaca tulisan itu. Aku terdiam. Kutatap wajah Daisuke. Ia masih tersenyum. Tampak menunggu. Apa lagi yang aku pikirkan? Keterbatasan yang ia miliki? Tidak, dia pemuda yang kupercaya bisa mengerti aku. Dia bisa menerimaku apa adanya.
            Aku langsung tersenyum dan mengangguk. Ia memelukku.
***
            Hari minggu di musim gugur, di taman dekat stasiun Shibuya. Kami bersantai berdua, mengelilingi taman sambil bergandengan tangan. Beberapa bulan kami lewati bersama sebagai sepasang kekasih. Rasanya nyaman, bahagia, meskipun sederhana, tanpa suara. Shibuya adalah tempat yang sempurna untukku, bisa bersamanya menghabiskan waktu seharian tanpa rasa jenuh sedikitpun.
            “Daisuke! Daisuke!”
            Aku langsung menoleh, Daisuke pun ikut membalikkan badannya.
            “Pacar barumu kah?”
            Siapa gadis cantik ini? Ia menatap kami bergantian, nampak murung. Rambutnya hitam panjang sepinggang, gaya berpakaiannya nyaris sepertiku, jangan-jangan dia adalah…
            “Kumohon sekali lagi.” Kata gadis itu. “Maafkan aku. Kembalillah lagi padaku, Daisuke.”
            Aku terdiam. Ternyata benar, dia Shizuka Mishima. Daisuke tidak mau menengok, ia membuang tatapannya kesamping.
            “Aku sangat menyesal, Daisuke.” Shizuka mulai memegangi kedua tangan Daisuke, tapi Daisuke masih pura-pura tidak mendengar. “Kumohon, aku tidak mau kita berakhir seperti ini. Kau tau kan kita sudah menjalaninya selama setahun?”
            Kali ini, Daisuke menoleh. Menatap gadis itu, namun dari sorot matanya nampak jelas ia membenci gadis itu. Langsung saja ia melepaskan tangannya dan menarikku, membawaku berjalan disisinya. Aku menoleh, masih kulihat gadis yang mulai sesenggukan itu. Sorot mataku menjelaskan ‘tolong maafkan Daisuke’ padanya.
            “Bahkan berbicara kepadaku pun tak mau?” Shizuka berseru, lalu mengejar dan memeluk Daisuke dari belakang. Daisuke mendesis, lalu berbalik dan mendorong tubuh gadis itu.
            “Cukup. Berhentilah berlaku seperti kau terluka karena aku!”
            Aku terkaget. Ada apa ini, pemuda yang sedang berbicara ini?
            “Kau yang sudah bilang kalau kau tidak tahan terus bersamaku. Kau yang lebih dulu bersama lelaki lain, kau ingat? Kita masih berhubungan tapi kau mencari laki-laki lain lalu meninggalkanku begitu saja, kau ingat?”
            Suasana hening. Dedaunan kering berjatuhan mengelilingi kami. Tanpa suara untuk sejenak, di tengah-tengah ramainya suasana Shibuya. Orang-orang berlalu lalang, tak sedikit yang mendelik ingin tahu kearah kami. Sementara Shizuka, ia masih menangis terisak, menunduk.
            “Kumohon, berhentilah berlaku seolah-olah kau yang kusakiti. Kau tidak tau bagaimana rasanya seperti aku, mencoba bertahan tapi malah kau duakan. Sekarang semuanya sudah tak berarti lagi untuk kita bicarakan.”
            Aku menghampiri Daisuke. Kugenggam erat tangannya lalu kubawa dia berjalan disisiku. Dan suara tangisan itu perlahan-lahan menjauh. Kembali sunyi, tanpa suara. Hanya kami berdua ditengah ramainya Shibuya yang bertaburan dedaunan musim gugur. Daun-daun berguguran pada waktunya, begitupun masa lalu, pasti akan berganti dengan yang baru.
            Aku bergelayut dilengan Daisuke, nyaman sekali. Setiap saat bersamanya adalah hal yang paling nyaman. Tidak ada rasa takut, rasa takut untuk tidak melakukan kesalahan, seperti saat aku bersama Sasa dulu.
            “Maafkan aku, Setsuna.”
            “Maaf untuk apa?”
            “Aku.. Bisa berbicara. Aku telah membohongimu.”
            “Tidak apa-apa kan?”
            “Kau tidak marah?”
            “Aku malah berterima kasih, setelah sekian lama, akhirnya aku bisa mendengarkan suaramu.”
            Aku menatap Daisuke sambil tersenyum. Ia langsung merangkulku dengan erat. “Terima kasih ya.” Katanya sambil tersenyum.
            “Aku hanya mencoba untuk menerimamu apa adanya, seperti yang telah kau lakukan kepadaku selama ini.”
            Kami berjalan bersama menyusuri Shibuya.
            “Ya, itulah yang seharusnya kita lakukan. Selamanya.”
TAMAT



[1] Komik jepang
[2] Ucapan terima kasih
[3] Panggilan kakak, untuk laki-laki
[4] Mall yang isinya butik/toko pakaian di Shibuya, Tokyo
[5] Hidangan jepang, semangkuk nasi dengan daging sapi dan bawang
[6] Sebuah patung berbentuk anjing didepan stasiun Shibuya
[7] Mohon maaf
[8] Donki, supermarket serba ada, Shibuya
[9] Ucapan selamat siang
[10] Apa kabar?
[11] Selamat siang.. Saya sehat-sehat saja
[12] Sampai ketemu lagi
[13] Sama-sama, terima kasih kembali


helo helo semua :D
ini cerpen kedua yang deli kirim buat ikutan lomba cerpen japan in love yang diadakan diva press.
baru berani diposting disini karena pengumuman udah keluar.
kebetulan cerpen ini nggak bawa kemenangan, tapi justru cerpen satunya yang dipilih buat diterbitkan.
nanti kalau sudah diterbitin, cerpen satunya juga bakal deli posting kok. tunggu yaa :D

2 komentar:

  1. Kito sebuku di Snow in the Heart :D

    Salam kenal sesamo wong kito galo ;)

    BalasHapus
  2. Ohhh..
    Yupz, ak inget namo dirimu, hhihi
    salam kenal jg ye ;)

    BalasHapus