Minggu, 26 Mei 2013

CANTIKA

pictures from: lebihdarisekotakcoklat.blogspot.com

“Besok aku ada janji sama temen, jadi kamu jemput aku sekitar jam 5 sore di cafe. Dia gak bisa anter aku pulang soalnya..”
Bima mengangguk.
“Ya udah, aku masuk dulu..”
Baru saja Cantika berbalik, Bima langsung menarik lengan gadis itu. Cantika langsung menatapnya dengan heran.
“Met istirahat, sayangku...”
Gadis itu tak membalas.
Bima merasa sangat kecewa sekali dengan ekspresi itu, namun ia hanya bisa menyimpannya. Dilepasnya lagi lengan gadis itu.
“Ya udah, sampe ketemu besok..”
Cantika buru-buru membuka pagar dan masuk ke rumah.
***


Keesokan harinya...
Bima bergegas dengan motornya. Ia terobos saja hujan yang mulai turun rintik. Begitu tiba di cafe, dilihatnya kekasihnya tengah menunggu kedatangannya.
“Sori sayang, tadi aku jemput langganan bentar. Kamu udah lama nunggu?”
Cantika langsung naik ke boncengan. “Ya udah, baru jam 6 juga. Daripada nanti kamu kehilangan langganan, malah susah jadinya..”
Bima terdiam mendengar jawaban itu.
“Ayo buruan, udah gerah banget nih..”
“Tapi hujan rintik, gak apa?”
“Buruan..!!”
Bima langsung membawa kekasihnya itu menuju rumah. Semakin lama hujan turun semakin deras. Cantika memintanya untuk berteduh di sebuah ruko yang berada di pinggir jalan, kebetulan ruko itu tutup.
Melihat gadis itu mulai kedinginan, Bima langsung melepas jaket yang ia pakai dan memakaikannya pada Cantika.
“Mulai besok, aku kerja di cafe tadi.” Cantika membuka obrolan.
“Serius?”
Gadis itu mengangguk.
“Syukur deh, moga aja mimpi kamu buat jadi penyanyi terkenal bisa terwujud ya sayang....”
“Iya, ini berkat bantuan temen aku tadi. Dia kenal baik dengan pemilik cafe itu..”
Cantika menunduk.
“Kalo gitu lain kali aku mesti ketemu sama temen kamu itu, aku mesti bilang terima kasih..”
Bima menanggapi dengan sangat bersemangat. Namun gadis itu terlihat murung, entah apa yang sedang ia pikirkan.
“Bim, maafin aku ya..”
Bima langsung heran. “Maaf? Minta maaf soal apa?”
“Aku.. Seharusnya bilang ke kamu dari awal.. ”
Bima mendekat, ditatapnya gadis itu lekat-lekat.
“Kenapa sayang?”
“Aku mau kita putus Bim..”
***
Kali ini tidak seperti biasanya, ada sesuatu hilang dari pagi yang biasa Bima temui. Ia hanya duduk bersandar di teras, di tangannya ia memegang sebuah amplop coklat. Ia seakan lupa tujuannya dengan surat lamaran pekerjaan yang kemarin telah ia buat dengan semangat itu.
Awalnya ia ingin menyampaikan pada Cantika bahwa ia telah menemukan lowongan pekerjaan, ia berharap bisa mengubah profesinya yang sekarang hanya sebagai tukang ojek. Ia ingin sekali membahagiakan gadis itu, gadis yang ia pacari sejak di bangku sekolah setahun yang lalu.
“Kakak nggak nganterin Mbak Cantika kuliah?”
Bima langsung menoleh. Karisa, adik perempuannya itu langsung duduk di sampingnya.
“Mbak Cantika ngambek lagi ke kakak?”
“Ngambek gimana, dia nggak pernah ngambek kok..”
“Karisa sering baca inbox kakak, Mbak Cantika itu kayak nggak pernah nganggep kakak itu pacarnya..”
“Udah, diem. Kakak juga bukan pacar dia lagi sekarang..”
Karisa langsung menaikkan alisnya. “Jadi, Mbak Cantika udah Mutusin kakak?”
“Ya, biarin aja. Kakak juga nggak pantes buat dia, kakak ini cuma orang yang masa depannya nggak jelas..”
Selesai bicara, Bima langsung beranjak dan pergi dengan motornya.
***
“Bima..”
Bima langsung menoleh. Cantika menghampirinya sambil tersenyum tipis.
“Suara kamu tadi, luar biasa...”
Cantika menunduk sebentar, cukup lama ia terdiam.“Gimana kabar kamu, Bim?”
“Baik, kamu gimana? Kira-kira ada nggak setahun kita nggak ketemu?”
“Iya, udah setahun lewat sejak terakhir kita ketemu...”
Bima tertawa. “Oh ya? Kayaknya aku udah lupa?”
“Kamu... kenapa baru sekarang mampir ke cafe ini?”
Bima melihat ke sekeliling. Cafe tempat mantan pacarnya itu bekerja memang selalu ramai.
“Aku udah dapet kerjaan baru jadi aku sibuk, aku jadi delivery service di Rumah Makan..”
Cantika tersenyum.“Syukurlah kalo gitu..”
“Gimana dengan tunangan kamu, lancar kerjaannya?”
Pertanyaan itu, membuat keduanya teringat akan hari di mana mereka terakhir bertemu. Cantika jadi ingat betul kejadian itu, di mana ia meminta putus dari Bima karena ia telah ditunangkan dengan anak dari teman dekat keluarganya.
“Bulan depan kami akan menikah, Bim. Aku pengen kamu datang kalo kamu ada waktu..”
Cantika menatap ke dalam mata mantan kekasihnya itu. Ada rasa kaget, pilu, dan kecewa bercampur disitu. Ia sadar betul kata-katanya itu akan menyakitkan bagi pemuda yang selalu setia berjuang untuk membahagiakannya itu.
***
Setahun berlalu sejak pesta pernikahan mantan kekasihnya..
Bima, ia terus menantikan kabar dari Cantika. Entah apa yang telah meracuni pikiran pemuda itu, sehingga ia masih memikirkannya meskipun Cantika telah menjadi istri orang lain . Setiap hari ia berharap Cantika mengiriminya kabar, atau sekedar mengajaknya untuk bertemu.
“Permisi, boleh saya pinjam korannya?”
Bima menoleh. Seorang lelaki yang baru saja duduk di sampingnya sedang memperhatikan koran yang ia pegang.
“Oh, iya silahkan..”
Bima menyerahkan korannya kepada lelaki itu.
“Terima kasih!” seru lelaki itu sambil menerima koran dari Bima.
Bima tersenyum.
“Mau ambil gaji ya, Mas?” tanya lelaki itu mencoba berbasa-basi.
“Bukan, mau nabung. Dari tadi lama bener antriannya,” jawab Bima.
“Ya, sabar aja mas...”
Bima sesekali melihat ke jam di tangannya, lalu bergantian melihat nomor antri yang ia pegang. Ia kaget melihat sesuatu yang tergeletak di dekat kakinya.
“Ini dompet Anda?”
Sambil meraih dompet itu, tak sengaja Bima melihat foto yang terpajang di sana.
“Oh, iya. Itu dompet saya..!!”
Lelaki itu langsung merebut dompet yang dipegang oleh Bima.
“Ya ampun, hampir saja kehilangan dompet. Hahaha..”
“Yang di foto itu, istri Anda?”
“Iya, cantik ya? Hehehe..”
Bima tersenyum.
“Mas juga sudah punya istri?”
Bima menggeleng. “Lagi nunggu istri orang cerai..”
Lelaki itu langsung tertawa.
“Ngomong-ngomong, istri saya menderita gagal ginjal. Kalau ada kenalan anda yang mau mendonorkan ginjal...”
Belum selesai lelaki itu berbicara, Bima langsung memotong.
***
Cantika membelai rambut putri pertamanya sambil tersenyum.
“Ayo, nak, kita pulang..”
Wanita itu nampak bahagia sekali setelah selesai mengajak putrinya yang baru berumur setahun itu jalan-jalan. Sepanjang jalan ia menggendong dan membelainya dengan penuh cinta sambil mendendangkan sebuah lagu.
Di depannya, seorang gadis sedang berdiri memperhatikannya dari jarak sekitar satu setengah meter. Ia merasa mengenal gadis itu. Gadis yang sudah lama sekali tidak ia temui.
“Mbak Cantika, apa kabar?”
“Karisa?”
Cantika langsung menghampiri gadis itu.
“Ya ampun. Karisa kamu gimana kabarnya? Udah lama ya nggak ketemu..”
“Baik, kak. Tapi Kak Bima kurang baik..”
Cantika langsung terdiam begitu nama Bima disebut.
“Mbak Cantika gimana, selesai operasi ginjalnya kondisi mbak sangat baik ya keliatannya? Malah sekarang sudah punya anak..”
“Kok kamu bisa tahu kalau Mbak pernah operasi ginjal?”
“Kapan sih Mbak tuh nyadar, ginjal yang sekarang Mbak pake tuh punya Kak Bima. Kapan mbak bisa ngehargai perjuangan Kak Bima untuk mbak selama ini? Sekarang Kak Bima berada di ambang kematian, apa mbak tahu?!!
Cantika menatap Karisa dengan heran.
“Maksud kamu?”
Kak Bima sekarang lagi di Rumah Sakit, dia butuh donor jantung untuk bertahan hidup. Apa mbak tahu? Apa mbak mau mendonorkan jantung untuk Kak Bima seperti dia mendonorkan ginjalnya untuk Mbak?!!
***
Cantika perlahan mendekati ranjang di mana Bima berbaring. Langsung saja wanita itu menangis sesenggukan.
“Cantika, kamu akhirnya datang juga...?”
Cantika tak menjawab, ia langsung meraih lengan Bima dan menggenggamnya.
“Kamu sehat, Cantika?”
Cantika mengangguk.
“Nggak ada yang perlu kamu tangisi, Cantika. Keputusan kamu untuk ninggalin aku itu bener. Kamu mesti hidup bahagia..”
Kali ini Cantika menggeleng.
“Kamu salah, Bim. Aku gak bahagia. Aku gak bisa bahagia karena bayangan kamu selalu ada di pikiran aku. Gak ada yang bisa gantiin kamu, Bim..”
“Aku yang salah, aku udah ngelakuin apapun juga tapi tetep aja gak akan bisa buat kamu bahagia..”
“Aku cinta sama kamu Bim, aku gak akan bahagia kalau mesti kehilangan kamu..”
“Aku salah, karena udah buat kamu jatuh cinta sama aku. Aku sadar betul, seharusnya dari awal aku nggak ngelakuin itu semua, karena aku nggak akan pernah pantas untuk bisa milikin kamu..”
Mendengar itu, Cantika langsung menghambur ke tubuh Bima. Dipeluknya tubuh lelaki itu sambil menangis menjadi-jadi. Semua perasaan yang ada kali ini, bercampur menjadi satu.
Masa lalu yang telah mereka lewati dan masa sekarang yang sedang terjadi, berpaut menjadi satu. Namun keduanya bukanlah lagi sepasang kekasih, meskipun jauh di dalam lubuk hati masing-masing keduanya saling mencintai.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar