pictures from: lebihdarisekotakcoklat.blogspot.com |
“Besok aku ada janji sama temen, jadi kamu jemput aku sekitar jam 5 sore di cafe. Dia gak bisa anter aku pulang soalnya..”
Bima mengangguk.
“Ya udah, aku masuk dulu..”
Baru saja Cantika berbalik, Bima
langsung menarik lengan gadis itu.
Cantika
langsung menatapnya dengan heran.
“Met istirahat, sayangku...”
Gadis itu tak membalas.
Bima
merasa sangat kecewa sekali dengan ekspresi itu, namun ia hanya bisa
menyimpannya. Dilepasnya lagi lengan gadis itu.
“Ya udah, sampe ketemu besok..”
Cantika buru-buru membuka pagar dan
masuk ke rumah.
Keesokan harinya...
Bima
bergegas dengan motornya. Ia terobos saja hujan yang mulai turun rintik. Begitu
tiba di cafe, dilihatnya kekasihnya tengah menunggu kedatangannya.
“Sori
sayang, tadi aku jemput langganan bentar. Kamu udah lama nunggu?”
Cantika
langsung naik ke boncengan. “Ya udah, baru jam 6 juga. Daripada nanti kamu
kehilangan langganan, malah susah jadinya..”
Bima
terdiam mendengar jawaban itu.
“Ayo
buruan, udah gerah banget nih..”
“Tapi
hujan rintik, gak apa?”
“Buruan..!!”
Bima
langsung membawa kekasihnya itu menuju rumah. Semakin lama hujan turun semakin
deras. Cantika memintanya untuk berteduh di sebuah ruko yang berada di pinggir
jalan, kebetulan ruko itu tutup.
Melihat
gadis itu mulai kedinginan, Bima langsung melepas jaket yang ia pakai dan
memakaikannya pada Cantika.
“Mulai
besok, aku kerja di cafe tadi.” Cantika membuka obrolan.
“Serius?”
Gadis
itu mengangguk.
“Syukur
deh, moga aja mimpi kamu buat jadi penyanyi terkenal bisa terwujud ya
sayang....”
“Iya,
ini berkat bantuan temen aku tadi. Dia kenal baik dengan pemilik cafe itu..”
Cantika menunduk.
“Kalo
gitu lain kali aku mesti ketemu sama temen kamu itu, aku mesti bilang terima
kasih..”
Bima
menanggapi dengan sangat bersemangat. Namun gadis itu terlihat murung, entah
apa yang sedang ia pikirkan.
“Bim, maafin aku ya..”
Bima langsung heran. “Maaf? Minta maaf
soal apa?”
“Aku.. Seharusnya bilang ke kamu dari
awal.. ”
Bima mendekat, ditatapnya gadis itu
lekat-lekat.
“Kenapa sayang?”
“Aku mau kita putus Bim..”
***
Kali
ini tidak seperti biasanya, ada sesuatu hilang dari pagi yang biasa Bima temui.
Ia hanya duduk bersandar di teras, di tangannya ia memegang sebuah amplop
coklat. Ia seakan lupa tujuannya dengan surat lamaran pekerjaan yang kemarin
telah ia buat dengan semangat itu.
Awalnya
ia ingin menyampaikan pada Cantika bahwa ia telah menemukan lowongan pekerjaan,
ia berharap bisa mengubah profesinya yang sekarang hanya sebagai tukang ojek.
Ia ingin sekali membahagiakan gadis itu, gadis yang ia pacari sejak di bangku
sekolah setahun yang lalu.
“Kakak nggak nganterin Mbak Cantika
kuliah?”
Bima
langsung menoleh. Karisa,
adik perempuannya itu langsung duduk di sampingnya.
“Mbak
Cantika ngambek lagi ke kakak?”
“Ngambek
gimana, dia nggak pernah ngambek kok..”
“Karisa
sering baca inbox kakak, Mbak Cantika itu kayak nggak pernah nganggep kakak itu
pacarnya..”
“Udah,
diem. Kakak juga bukan pacar dia lagi sekarang..”
Karisa
langsung menaikkan alisnya.
“Jadi, Mbak Cantika udah Mutusin kakak?”
“Ya,
biarin aja. Kakak juga nggak pantes buat dia, kakak ini cuma orang yang masa
depannya nggak jelas..”
Selesai
bicara, Bima langsung beranjak dan pergi dengan motornya.
***
“Bima..”
Bima
langsung menoleh. Cantika
menghampirinya sambil tersenyum tipis.
“Suara
kamu tadi, luar biasa...”
Cantika
menunduk sebentar, cukup lama ia terdiam.“Gimana kabar kamu, Bim?”
“Baik,
kamu gimana? Kira-kira ada nggak setahun kita nggak ketemu?”
“Iya,
udah setahun lewat sejak terakhir kita ketemu...”
Bima
tertawa. “Oh
ya? Kayaknya aku udah lupa?”
“Kamu...
kenapa baru sekarang mampir ke cafe ini?”
Bima
melihat ke sekeliling. Cafe tempat mantan pacarnya itu bekerja memang selalu
ramai.
“Aku
udah dapet kerjaan baru jadi aku sibuk, aku jadi delivery service di Rumah
Makan..”
Cantika
tersenyum.“Syukurlah kalo gitu..”
“Gimana
dengan tunangan kamu, lancar kerjaannya?”
Pertanyaan
itu, membuat keduanya teringat akan hari di mana mereka terakhir bertemu.
Cantika jadi ingat betul kejadian itu, di mana ia meminta putus dari Bima karena
ia telah ditunangkan dengan anak dari teman dekat keluarganya.
“Bulan
depan kami akan menikah, Bim. Aku pengen kamu datang kalo kamu ada waktu..”
Cantika
menatap ke dalam mata mantan kekasihnya itu. Ada rasa kaget, pilu, dan kecewa
bercampur disitu. Ia sadar betul kata-katanya itu akan menyakitkan bagi pemuda yang selalu setia berjuang untuk membahagiakannya itu.
***
Setahun
berlalu sejak pesta pernikahan mantan kekasihnya..
Bima,
ia terus menantikan kabar dari Cantika. Entah apa yang telah meracuni pikiran
pemuda itu, sehingga ia masih memikirkannya meskipun Cantika telah menjadi
istri orang lain . Setiap hari ia berharap Cantika mengiriminya kabar, atau sekedar
mengajaknya untuk bertemu.
“Permisi,
boleh saya pinjam korannya?”
Bima
menoleh. Seorang lelaki yang baru saja duduk di sampingnya sedang memperhatikan
koran yang ia pegang.
“Oh,
iya silahkan..”
Bima
menyerahkan korannya kepada lelaki itu.
“Terima
kasih!” seru lelaki itu sambil menerima koran dari Bima.
Bima
tersenyum.
“Mau
ambil gaji ya, Mas?” tanya lelaki itu mencoba berbasa-basi.
“Bukan,
mau nabung. Dari tadi lama bener antriannya,” jawab Bima.
“Ya,
sabar aja mas...”
Bima
sesekali melihat ke jam di tangannya, lalu bergantian melihat nomor antri yang
ia pegang. Ia kaget melihat sesuatu yang tergeletak di dekat kakinya.
“Ini
dompet Anda?”
Sambil
meraih dompet itu, tak sengaja Bima melihat foto yang terpajang di sana.
“Oh,
iya. Itu dompet saya..!!”
Lelaki
itu langsung merebut dompet yang dipegang oleh Bima.
“Ya
ampun, hampir saja kehilangan dompet. Hahaha..”
“Yang
di foto itu, istri Anda?”
“Iya,
cantik ya? Hehehe..”
Bima
tersenyum.
“Mas
juga sudah punya istri?”
Bima
menggeleng. “Lagi nunggu istri orang cerai..”
Lelaki
itu langsung tertawa.
“Ngomong-ngomong,
istri saya menderita gagal ginjal. Kalau ada kenalan anda yang mau mendonorkan
ginjal...”
Belum
selesai lelaki itu berbicara, Bima langsung memotong.
***
Cantika
membelai rambut putri pertamanya sambil tersenyum.
“Ayo, nak, kita pulang..”
Wanita
itu nampak bahagia sekali setelah selesai mengajak putrinya yang baru berumur
setahun itu jalan-jalan. Sepanjang jalan ia menggendong dan membelainya dengan
penuh cinta sambil mendendangkan sebuah lagu.
Di depannya,
seorang gadis sedang berdiri memperhatikannya dari jarak sekitar satu setengah
meter. Ia merasa mengenal gadis itu. Gadis yang sudah lama sekali tidak ia
temui.
“Mbak
Cantika, apa kabar?”
“Karisa?”
Cantika
langsung menghampiri gadis itu.
“Ya
ampun. Karisa kamu gimana kabarnya? Udah lama ya nggak ketemu..”
“Baik,
kak. Tapi Kak Bima kurang baik..”
Cantika
langsung terdiam begitu nama Bima disebut.
“Mbak
Cantika gimana, selesai operasi ginjalnya kondisi mbak sangat baik ya
keliatannya? Malah sekarang sudah punya anak..”
“Kok
kamu bisa tahu kalau Mbak pernah operasi ginjal?”
“Kapan
sih Mbak tuh nyadar, ginjal yang sekarang Mbak pake tuh punya Kak Bima. Kapan
mbak bisa ngehargai perjuangan Kak Bima untuk mbak selama ini? Sekarang Kak Bima berada di ambang kematian, apa mbak
tahu?!!”
Cantika
menatap Karisa dengan heran.
“Maksud
kamu?”
“Kak Bima sekarang lagi di Rumah Sakit, dia butuh donor
jantung untuk bertahan hidup. Apa mbak tahu? Apa mbak mau mendonorkan jantung
untuk Kak Bima seperti dia mendonorkan ginjalnya untuk Mbak?!!”
***
Cantika
perlahan mendekati ranjang di mana Bima berbaring. Langsung saja wanita itu
menangis sesenggukan.
“Cantika,
kamu akhirnya datang juga...?”
Cantika
tak menjawab, ia langsung meraih lengan Bima dan menggenggamnya.
“Kamu
sehat, Cantika?”
Cantika
mengangguk.
“Nggak
ada yang perlu kamu tangisi, Cantika. Keputusan kamu untuk ninggalin aku itu
bener. Kamu mesti hidup bahagia..”
Kali
ini Cantika menggeleng.
“Kamu
salah, Bim. Aku gak bahagia. Aku gak bisa bahagia karena bayangan kamu selalu
ada di pikiran aku. Gak ada yang bisa gantiin kamu, Bim..”
“Aku
yang salah, aku udah ngelakuin apapun juga tapi tetep aja gak akan bisa buat
kamu bahagia..”
“Aku
cinta sama kamu Bim, aku gak akan bahagia kalau mesti kehilangan kamu..”
“Aku
salah, karena udah buat kamu jatuh cinta sama aku. Aku sadar betul, seharusnya
dari awal aku nggak ngelakuin itu semua, karena aku nggak akan pernah pantas
untuk bisa milikin kamu..”
Mendengar
itu, Cantika langsung menghambur ke tubuh Bima. Dipeluknya tubuh lelaki itu
sambil menangis menjadi-jadi. Semua perasaan yang ada kali ini, bercampur
menjadi satu.
Masa
lalu yang telah mereka lewati dan masa sekarang yang sedang terjadi, berpaut
menjadi satu. Namun keduanya bukanlah lagi sepasang kekasih, meskipun jauh
di dalam lubuk hati masing-masing keduanya saling mencintai.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar