Sabtu, 31 Desember 2016

Matinya Hati Sang Jenius




"Ibu, Ayah, mereka kembali lagi...!!!"
"Mereka kembali lagi. Ibu, ayah...!!!"
Gail dan Jora menoleh ke arah pintu. Bukan, hanya sebuah lubang tempat mereka berlalu-lalang. Bahkan penutupnya pun tidak ada, hingga air hujan pun bebas menerabas. Mengaliri seluruh sudut rumah itu.
"Manusia-manusia hina yang sudah membuat Yuma cacat seumur hidup..," kata-kata itu terdengar bergetar. Alir mengalir dari sudut mata Gasil. "Kita harus pindah. Kita harus segera meninggalkan tempat ini.."
Gail menatap anak ketiganya itu dengan hampa, sementara Jora membalikkan badan.
Ditatapnya kedua pasang mata hijau yang amat disayangnya itu. Rasa takut kehilangan itu sudah lama menyusup, membuatnya tak bisa tidur siang dan malam. Jauh sebelum ia memiliki ketiga anak itu, bahkan jauh sebelum Gail menemukannya.


"Luz, Gasil, berhentilah bersikap seperti itu. Kalian hanya akan menambah luka di hati Yuma." Setelah mengatakan itu, Jora berjalan menuju pintu. Menatapi titik-titik air hujan yang jatuh. Saat bunyi klakson mendekat, ia pun berbalik masuk. Menemukan ketiga anaknya meringkuk kedinginan di tumpukan kain yang mulai menyerap basah. Ranjang, begitulah sebutannya, bagi mereka yang sangat miskin. Gail pun melompat naik ke sisi anak-anak itu. Dengan tatapan mata yang mengisyaratkan pada Jora untuk segera ikut terlarut bersama malam.

***

"Kalian akan membalaskan dendamku?"
Yuma menatap lesu ke arah pintu. Di mana kedua adiknya melempar tatapan penuh keyakinan. Melihat itu, ia malah kembali merapatkan wajahnya ke ranjang. Menatapi kedua kakinya yang penuh luka. Yang mungkin akan benar-benar membusuk hari ini.
"Kau jangan khawatir. Kami akan baik-baik saja!"
Setelah mendengar janji dari mulut Luz, suasana kembali sunyi. Yuma meratapi dirinya sendiri. Meraung sekenanya. Mengutuk semua orang yang terlibat malam itu. Ia hanya ingin menolong. Anak yang terjatuh itu. Ia hanya menarik anak itu naik. Lantas mengapa malah penganiayaan yang ia terima? Apa manusia diciptakan untuk bertindak tanpa berpikir dahulu? Hanya melampiaskan emosinya kepada mereka yang tak berdaya ini?
***
"Ya ampun, mereka datang lagi!" teriak seorang anak kurus yang sedang mendrible bola. Temannya yang bertubuh tinggi langsung menghentikan langkah.
"Apa mereka sudah gila?"
Melihat Gasil dan Luz memperhatikan mereka dengan tatapan penuh kebencian, Si Gendut langsung merebut bola dari tangan Si Kurus.
"Apa-apaan kau? Menggerang begitu mau menakuti kami, haaa?!" teriak Si Gendut yang langsung melempar bola ke arah  Gasil. "Awassss..!!!" teriak Luz yang kemudian lompat dan menyundul bola itu. Anak bertubuh tinggi langsung berteriak, tak sempat menghindari bola yang terlanjur menghantam wajahnya.
"Makan ini..!!!" Si Kurus berteriak seraya melayangkan kayu ke arah Gasil yang lengah. Ia pun langsung terpelanting.
"Gasil, Luz, cepat pergi..!!!"
Gail dan Jora datang tepat waktu. Sebelum kedua anak tak berdaya itu jadi bulan-bulanan mereka.
"Apa yang kalian lakukan di sini?! Sudah kubilang kita tak berdaya untuk melawan mereka..!!!"
Gasil dan Jora merasa kesal. Namun segera mengikuti kedua orangtuanya itu. Mereka selalu memerintahkan untuk mundur. Apa selamanya mereka harus menerima penghinaan seperti ini?
Dengan emosi yang tertahan, mereka pun berjalan pulang diiringi gelak tawa musuh.

***

Gail segera terbangun. Ia mendengar suara datang dari kejauhan. Bukan terbawa mimpi, tapi seluruh anggota keluarganya ikut terbangun.
"Tetaplah di sini. Aku akan melihat ke luar," katanya sambil berlalu.
Tiba di luar, kilatan cahaya menyilaukan matanya. Sulit melihatnya, tapi ia tahu itu apa. Sesuatu yang terbakar. Di tangan kedua anak, yang tinggi dan kurus. Sementara yang gendut memegang sesuatu yang besar, dan berat.
"Ini berita buruk..," desis Gail sambil mengertakkan seluruh giginya. Secepat kilat ia masuk ke dalam rumah.
"Dengar semuanya, kita harus segera pergi dari sini..!!!"
Luz mendekati Gail, "Apa makhluk rendahan itu yang sedang mendekat kemari?!" teriaknya.
"Ayo cepat, kita tidak punya banyak waktu..!!"
"Gail, Yuma tidak bisa berjalan. Kau sudah lupa?!"
Terlambat. Air berbau tajam menyeruak masuk. Dan "BLAZZZ...!!!" api mulai menyala.
Suara tawa mulai terdengar seraya keluarga kecil itu berteriak panik.
"Dasar biadab. Mereka membunuh kita dengan keji..!!!"
"Tidak ada yang boleh meninggalkan Yuma sendirian...!!!"
"Pergi saja, Ayah, Ibu, tinggalkan saja aku.."

***

"Dengar lolongan itu, indah sekali. Sangat menyayat hati..!!!" teriak Si Kurus.
Si Tinggi berhenti tertawa. "Coba kau dengar baik-baik. Lolongan itu sudah menghilang, yang tersisa hanya anjing panggang...!!!"
Si Gendut menendang jerrycan hingga terlempar masuk ke dalam pintu rumah keluarga malang itu.
"Mereka pantas dapatkan itu. Ia sudah mengoyak tangan adikku yang malang dengan gigi tak berguna..."
"Kalau aku jadi mereka, lebih baik aku menyerahkan diri pada petugas kedisiplinan daripada berakhir sebagai anjing panggang.."

TAMAT


Sumber gambar : http://www.lovemistic.id/2016/04/5-pertanda-anjing-melolong-pada-malam.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar