Jumat, 28 Desember 2018

"Jika nanti kita tidak berjodoh, apa yang akan kamu lakukan?"


Namaku Gita. Ya, sebenarnya sih Gita Saputri. Tapi, aku sekarang seorang selebgram dan nama tenarku Brigitta. Tetep aja sih, aku dipanggil Gita. 
Jadi selebgram asyik: banyak fans, banyak yang naksir. Tapi, banyak juga kok yang gak suka. Terutama orang yang benar-benar kenal aku dengan baik (fisik). Walaupun begitu, karena dulu aku merasa jadi salah satu cewek yang kesepian dan sebagai bentuk terima kasih, aku ladeni saja fansku yang paling fanatik.

Kamis, 15 November 2018

Story of Yoon Ra


"Jika saja tidak bersekolah itu bukanlah hal yang memalukan..."
Yoon Ra membasuh matanya yang basah dan memerah. Sesekali berkacak pinggang di depan kaca besar itu, lalu menarik lagi tisu yang tersedia di toilet itu seenaknya. "Lebih baik aku terus tertidur di rumah setiap hari.."
Sambil bergumam seperti itu ia mulai memasang masker menutupi wajahnya dan berlalu keluar.
Selang beberapa menit, seorang petugas kebersihan pun masuk ke toilet. Dilihatnya banyak tisu bekas berhamburan di dalam wastafel. Ia mulai berdecak panjang. Sambil tangannya memunguti sampah itu matanya tertuju pada sesuatu berbungkus kantong hitam tepat di bawah alat pengering tangan. "Apalagi ini? Begitu banyak pengunjung yang teledor akhir-akhir ini.." desisnya sambil meraih bungkusan itu.
***

Senin, 15 Oktober 2018

Pasukan Hitam-Putih

"Baris satu-banjar dua regu cewek, sebutkan motivasi kamu masuk Hitam-Putih?"
Alina langsung terperanjat dan mulai gugup begitu pertanyaan dari pelatih tertuju kepadanya.
"Siap. Untuk menambah pengalaman dalam berorganisasi..."
Mulutnya langsung mengeluarkan kalimat tersebut, tapi dilihat dari ekspresinya gadis itu seperti tak puas dengan jawabannya sendiri.
Jerri tertawa mengejek, kemudian mulai mengomentari. "Kalau sekedar cari pengalaman, di organisasi yang lain juga bisa. Lantas kenapa harus Hitam-Putih..?"
Alina kembali gugup, namun kali ini ia cukup lama berpikir apa yang akan dia ucapkan.

Selasa, 10 Januari 2017

Kisah Pejuang dan Pemimpi


"Orang ini.. Pantang menyerah juga ya.."
Melani berdiri melawan sinar mentari, jauh ke bawah sana, menembus dinding kaca. Tak henti memandangi punggung bapak tua yang sudah sangat familiar itu. Ya, selama satu bulan ini. Perjuangannya cukup pesat, agak sedikit memaksa. Dua kali seminggu beliau datang dan mengantarkan kiriman yang sama. Yang sedikitpun Melani enggan menanggapi, namun kali ini wanita itu cukup terbawa emosi.
Baru saja ia berbalik setelah menarik gordennya hingga berderik, suara ketukan datang.
"Masuk!" ucap Melani seperti gayanya yang khas. Lantang dan tegas.

Sabtu, 31 Desember 2016

Matinya Hati Sang Jenius




"Ibu, Ayah, mereka kembali lagi...!!!"
"Mereka kembali lagi. Ibu, ayah...!!!"
Gail dan Jora menoleh ke arah pintu. Bukan, hanya sebuah lubang tempat mereka berlalu-lalang. Bahkan penutupnya pun tidak ada, hingga air hujan pun bebas menerabas. Mengaliri seluruh sudut rumah itu.
"Manusia-manusia hina yang sudah membuat Yuma cacat seumur hidup..," kata-kata itu terdengar bergetar. Alir mengalir dari sudut mata Gasil. "Kita harus pindah. Kita harus segera meninggalkan tempat ini.."
Gail menatap anak ketiganya itu dengan hampa, sementara Jora membalikkan badan.
Ditatapnya kedua pasang mata hijau yang amat disayangnya itu. Rasa takut kehilangan itu sudah lama menyusup, membuatnya tak bisa tidur siang dan malam. Jauh sebelum ia memiliki ketiga anak itu, bahkan jauh sebelum Gail menemukannya.

Kamis, 14 April 2016

Hemebuba


"Hei, kau percaya tidak dengan sebuah keajaiban? Aku ingin yakin bahwa yang menemukan tulisan ini adalah jodohku. Perkenalkan, namaku Rubytha Heleya Scott. Kau boleh memanggilku dengan versimu. Nanti, jika kau memutuskan untuk menghubungiku.." Lyold membalik-balik kertas lusuh itu dengan jari-jarinya yang lincah, lantas menerbangkannya ke udara. "Hey, Lily. Kau mau membuangnya?!" Cetus Bryan begitu Lyold menolehkan kepala ke arahnya. "Jika aku menemukan itu setelah kau buang, mungkin akulah jodoh gadis itu.." Lyold tersenyum mengejek. "Tidak, tentu saja yang menemukannya duluan adalah aku.. Lyold Thomas O'nor. Mungkin dia gadis berdarah Perancis.." Ujarnya sambil menatap kertas berwarna coklat itu lekat-lekat. Pemuda itu mulai terlihat sedikit antusias.

Sabtu, 02 Agustus 2014

At the End of the Story

 
“Wah, ini sungguh luar biasa...!!!”
“Take-san, Take-san.. Aku mendapatkannya...!!!”
Hmm..gadis itu. Sepertinya sampai mati pun dia akan selalu berbuat seenaknya terhadapku. Seperti memanggilku dengan seruan itu. Padahal ia tahu ini akan jadi malam terakhir yang kami lewati bersama, tapi tetap saja dia enggan bersikap manis padaku.
Ya sudah, kunikmati saja pemandangan indah ini sendirian. Umm..mungkin juga berlebihan, karena kami hanya sedang berada di depan sebuah air mancur besar di tengah kota. Yang membuatnya indah sepertinya hanya karena lampu-lampu dan kembang api yang terus meluncur ke atas sana.

Sabtu, 17 Mei 2014

Aku sudah gila!

"Kakak, kau pengamen di sini..?"

Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh..
Terus kuhitung mundur seiring dengan detakan jantung ini. Pemuda itu tak kunjung menjawab. Hanya petikan gitarnya membunyikan melodi yang lumayan menambah kerisauan hatiku.

"Kakak, kalau diizinkan, aku mau numpang berteduh di sini..."

Delapan, tujuh, enam, lima..

Minggu, 17 November 2013

Kepada kamu, yang diam-diam menyimpan sejuta harap



Kisah lanjutan dari --> bit.ly/18bTP1a

Mata gadis itu masih terpejam, pulas, bermain dengan mimpi di dunia sana.
Semakin kudengar dengkuran halusnya, semakin gejolakku untuk mengungkapkan perasaan ini tak tertahan. Dengan pelan kulepas kacamata bingkai biru mudanya. Ah, gadis konyol ini, seenaknya tidur di pangkuanku entah sejak kapan, tanpa rasa takut kedua pasang mata tambahannya ini jatuh saja. Padahal kalau kacamata berlensa minus itu sampai pecah, dia pasti akan menyesal bukan main. Ya, karena itu pemberianku di ultahnya yang ketujuhbelas.

Selasa, 05 November 2013

Apakah di dalam gelap kau tak mampu melihatku dengan seribu lilin di kedua tanganku?

Angkie Yudistia | Flickr - Photo Sharing!

"Jangan bergeraaaaaakkk....!!!"

Gio baru saja hendak beranjak dari kursinya ketika aku meneriakinya dengan nyaring. Sontak ekspresi kagetnya yang diarahkan ke sorotan mataku yang sejak tadi tak lepas memandanginya langsung membuat perasaanku luluh panik.
"Nah. Kau diam-diam melukisku lagi ya!" sentak Gio sambil menenteng gelas plastik capuccino dinginnya, melangkah lebar-lebar sambil menekuk dahinya mendekatiku yang masih terpaku dengan buku gambar dan pensil di tanganku.